sejarah singkat tentang empu supo anom (raden djoko supo)
dan terbentuknya Pemalang
Raden Djoko Supo putra empu pangeran
Sedayu yang pny keahlian membuat keris dan belajar pd sunan kalijogo Tlh
mengabdi di bintoro demak.
Pd suatu ketika Kanjeng Sunan Kalijogo berkenan tindak ke cirebon untuk bertemu Kanjeng Sunan Gunung Jati. Perjalanan tsb di ikuti beberapa tokoh para santri dan prajurit punggawa demak... diantaranya Empu Djoko Supo. Kyai Ageng Malang Gati. Syeh Nur Syamsudin.kyai Ageng Bantar bolang dll.
Hingga suatu hari stlh melewati alas siroban rombongan tsb sampai lah di tapal batas kadipaten siraung... perjalanan pun terhenti karena adipati siraung yang blm mengakui kesultanan demak tdk mengijinkan rombongan tsb melewati wilayah kadipaten.... dan diputuskan untuk berhenti dan bermalam dulu di timur wilayah siraung.
Pada malam harinya Kanjeng Sunan Kalijogo sholat dan bermunajat di sktr pesanggrahan... dan ada keanehan... di bekas telapak kaki Kanjeng Sunan Sholat ditemukan batu pamor sebesar sawo.... dan besi tsb diambil dan diperintahkan Empu Djoko Supo untuk membuat Sebilah keris dr besi tsb.... dgn keahlian Djoko Supo tercipta lah Sebilah keris yang lalu di serahkan pada Sunan Kalijogo dan pusaka tsb di beri nama Kyai Tapak.
Keanehan terjadi lg di esok harinya... kadipaten siraung beserta adipati dan rakyat nya sudah lenyap dan hny kelihatan hamparan laut.
Sunan Kalijogo lantas memberikan nama tmpt tsb dgn nama Pemalang.
Dan memerintahkan Kyai Ageng Malang Gati untuk memimpin wilayah tsb disertai syeh Nur Syamsudin. Serta diantara rombongan ada yang di minta untuk tinggal di tempat baru tsb.
Keris luk 13 yang bernama Kyai Tapak diserahkan kepada Kyai Ageng Malang Gati.
Sampai jaman pendudukan jepang pusaka tsb masih berada di pendopo kabupaten Pemalang.. namun setelah itu tdk lagi diketahui keberadaannya sampai sekarang.
Dan Sunan Kalijogo pun melanjutkan perjalanan beliau ke cirebon... tanpa ada halangan berarti sampai kembali lg ke bintoro.
Tdk banyak riwayat tntg kiprah raden Djoko Supo di bintoro... krn pada zaman itu tdk sedikit para empu yang membuat senjata bagi pasukan demak.. bahkan empu Djoko Supo hari2nya di habiskan di kadilangu memperdalam ilmu agama dan kedigdayaan... hingga suatu ketika perpecahan politik demak terjadi... antara ratu kalinyamat dan ayo penangsang... raden Djoko Supo tdk ingin terlibat dlm kancah politik... dan memohon bimbingan serta arahan Sunan Kalijogo... Kanjeng Sunan dawuh" Supo Jeneng Siro saiki budalo menyang dusun sumyang jimpe netepo ing papan kono anggawe pusoko.. lan nunggu dawuh ingsun naliko Wis ono pepadang ing prodjo " Raden Djoko Supo bersedia menjalani nya.
Singkat cerita di tempat yang baru tsb dlm membuat keris selalu dikasih tulisan dlm aksara jawa yang berbunyi nama dusun tsb (sumyang jimpe) dan kebanyakan di tempat tsb Djoko Supo membabar keris dgn dikasih ornamen pada bagian gandhik kanan kiri... yang dlm pakem keris di kenal dgn dapur puthut,baik tanpa luk maupun yang berluk.
Dan anehnya di zaman sekarang byk org mencari dan membicarakan keris umyang tk sumyang tapi tdk mengetahui sejarah nya.. dan hny merujuk pd tuah yang diyakini tntg perekonomian dan sebagainya.
Sangat disayang kan sebenarnya...
Hingga suatu ketika pergolakan politik demak berakhir dan tahta jatuh kepada joko tingkir menantu sultan Trenggono yang berkedudukan di pajang dgn gelar Sultan Hadi Wijoyo. Raden Djoko Supo di perintahkan oleh Sunan Kalijogo untuk mengabdi ke pajang dgn membawa bukti keris buatannya.
Empu Djoko Supo sowan ke Pajang dgn maksud untuk mengabdi dan menyerahkan bukti Sebilah pusaka... disaat datangnya Empu Djoko Supo di istana pajang... Sultan sedang memeriksa seorang tersangka dan terpidana.... dgn wasilah pusaka yang dr Empu Djoko Supo tersangka tsb ngomyang (bicara tanpa kendali) dab kasus bisa selesai krn omongan dr tersangka sendiri....
Pisowanan Empu Djoko Supo diterima... Keris pusaka beserta Empunya di kasih gelar dan nama yang sama.. yaitu keris Kyai Umyang dan empu Kyai umyang.
Pd suatu ketika Kanjeng Sunan Kalijogo berkenan tindak ke cirebon untuk bertemu Kanjeng Sunan Gunung Jati. Perjalanan tsb di ikuti beberapa tokoh para santri dan prajurit punggawa demak... diantaranya Empu Djoko Supo. Kyai Ageng Malang Gati. Syeh Nur Syamsudin.kyai Ageng Bantar bolang dll.
Hingga suatu hari stlh melewati alas siroban rombongan tsb sampai lah di tapal batas kadipaten siraung... perjalanan pun terhenti karena adipati siraung yang blm mengakui kesultanan demak tdk mengijinkan rombongan tsb melewati wilayah kadipaten.... dan diputuskan untuk berhenti dan bermalam dulu di timur wilayah siraung.
Pada malam harinya Kanjeng Sunan Kalijogo sholat dan bermunajat di sktr pesanggrahan... dan ada keanehan... di bekas telapak kaki Kanjeng Sunan Sholat ditemukan batu pamor sebesar sawo.... dan besi tsb diambil dan diperintahkan Empu Djoko Supo untuk membuat Sebilah keris dr besi tsb.... dgn keahlian Djoko Supo tercipta lah Sebilah keris yang lalu di serahkan pada Sunan Kalijogo dan pusaka tsb di beri nama Kyai Tapak.
Keanehan terjadi lg di esok harinya... kadipaten siraung beserta adipati dan rakyat nya sudah lenyap dan hny kelihatan hamparan laut.
Sunan Kalijogo lantas memberikan nama tmpt tsb dgn nama Pemalang.
Dan memerintahkan Kyai Ageng Malang Gati untuk memimpin wilayah tsb disertai syeh Nur Syamsudin. Serta diantara rombongan ada yang di minta untuk tinggal di tempat baru tsb.
Keris luk 13 yang bernama Kyai Tapak diserahkan kepada Kyai Ageng Malang Gati.
Sampai jaman pendudukan jepang pusaka tsb masih berada di pendopo kabupaten Pemalang.. namun setelah itu tdk lagi diketahui keberadaannya sampai sekarang.
Dan Sunan Kalijogo pun melanjutkan perjalanan beliau ke cirebon... tanpa ada halangan berarti sampai kembali lg ke bintoro.
Tdk banyak riwayat tntg kiprah raden Djoko Supo di bintoro... krn pada zaman itu tdk sedikit para empu yang membuat senjata bagi pasukan demak.. bahkan empu Djoko Supo hari2nya di habiskan di kadilangu memperdalam ilmu agama dan kedigdayaan... hingga suatu ketika perpecahan politik demak terjadi... antara ratu kalinyamat dan ayo penangsang... raden Djoko Supo tdk ingin terlibat dlm kancah politik... dan memohon bimbingan serta arahan Sunan Kalijogo... Kanjeng Sunan dawuh" Supo Jeneng Siro saiki budalo menyang dusun sumyang jimpe netepo ing papan kono anggawe pusoko.. lan nunggu dawuh ingsun naliko Wis ono pepadang ing prodjo " Raden Djoko Supo bersedia menjalani nya.
Singkat cerita di tempat yang baru tsb dlm membuat keris selalu dikasih tulisan dlm aksara jawa yang berbunyi nama dusun tsb (sumyang jimpe) dan kebanyakan di tempat tsb Djoko Supo membabar keris dgn dikasih ornamen pada bagian gandhik kanan kiri... yang dlm pakem keris di kenal dgn dapur puthut,baik tanpa luk maupun yang berluk.
Dan anehnya di zaman sekarang byk org mencari dan membicarakan keris umyang tk sumyang tapi tdk mengetahui sejarah nya.. dan hny merujuk pd tuah yang diyakini tntg perekonomian dan sebagainya.
Sangat disayang kan sebenarnya...
Hingga suatu ketika pergolakan politik demak berakhir dan tahta jatuh kepada joko tingkir menantu sultan Trenggono yang berkedudukan di pajang dgn gelar Sultan Hadi Wijoyo. Raden Djoko Supo di perintahkan oleh Sunan Kalijogo untuk mengabdi ke pajang dgn membawa bukti keris buatannya.
Empu Djoko Supo sowan ke Pajang dgn maksud untuk mengabdi dan menyerahkan bukti Sebilah pusaka... disaat datangnya Empu Djoko Supo di istana pajang... Sultan sedang memeriksa seorang tersangka dan terpidana.... dgn wasilah pusaka yang dr Empu Djoko Supo tersangka tsb ngomyang (bicara tanpa kendali) dab kasus bisa selesai krn omongan dr tersangka sendiri....
Pisowanan Empu Djoko Supo diterima... Keris pusaka beserta Empunya di kasih gelar dan nama yang sama.. yaitu keris Kyai Umyang dan empu Kyai umyang.
No comments:
Write komentar