Musibah
Kemakmuran di desa nelayan itu tidak selamanya
abadi. Ada saatnya naik dan ada saatnya pula turun bak gelombang pasang yang
datang.
Sudah dua bulan terakhir angin kencang selalu
melanda desa itu. Jika sudah demikian, tidak seorang nelayan pun berani mencari
ikan menggunakan perahu, bahkan dengan perahu motor pun tidak berani.
Pak Bakri, yang dikenal sebagai nelayan
terkaya di desa itu juga menderita akibat datangnya angin kencang selama dua
bulan berturut-turut.
Sebagai juragan nelayan, ia merasa kehilangan
pendapatan. Apalagi setelah datangnya penyakit yang misterius menyerang
sebagian besar penduduk. Bu Bakri sudah dua minggu tidak bisa turun dari tempat
tidurnya. Tubuhnya terasa kaku, seakan-akan mati.
Pak Bakri telah menjual dua perahu motornya.
Jika tidak, mana mungkin ia bisa membayar utangnya pada bank. Padahal sudah
waktunya ia harus membayar cicilan utangnya. Belum lagi biaya pengobatan ke
dokter dan ke dukun akibat penyakit yang diderita Bu Bakri.
Pada saat itu Pak Bakri mulai merasakan betapa
besarnya kesalahan yang telah diperbuatnya kepada penduduk. Ia yang selama ini
suka mencela dan melecehkan penduduk yang miskin, merasa berdosa.
Manol yang selama ini dimanjakan, terasa tidak
lagi dipedulikan. Kesusahan keluarga itu terasa sangat menyiksanya.
Penduduk di desa nelayan itu benar-benar
berada dalam keadaan tidak berdaya. Kebiasaan mereka membeli barang elektronika
saat musim panen ikan, kini barang itu dijualnya. Radio, televisi, video, dan
sebagainya, dijual agar mereka dapat mempertahankan hidupnya. Bukan cuma itu,
lemari, kursi, dan perhiasan yang dipakainya juga dijual.
Orang-orang yang berada di sekitar desa
nelayan itu juga turut merasakan penderitaan. Mereka yang membuka warung, toko,
atau apa saja tidak laku. Pembelinya tidak ada. Utang-utang para nelayan itu
menunggak sampai batas waktu yang belum diketahui.....
Tiba-tiba angin bertiup perlahan-lahan.
Deburan ombak pun mulai berkurang. Sementara wajah-wajah nelayan menatap ke
langit dengan penuh harap. Mereka mulai merasakan betapa musibah ini merupakan
ujian yang terberat yang pernah mereka alami.
Betapa tidak, selama puluhan tahun belum
pernah mereka mengalami musibah seperti ini. Kalaupun ada angin, paling lama
cuma tiga hari. Itu pun rasanya sangat meresahkan Selama ini mereka harus
beristirahat total selama dua bulan.
(Buah Keikhlasan, 1997)
Unsur-unsur Intrinsik Cerpen
Setelah
membaca kedua cerpen di atas, kalian dapat menentukan tema, latar, serta
penokohan dalam cerpen. Tema, latar, dan penokohan masing-masing cerpen
tersebut dapat kalian tuliskan sebagaimana contoh berikut.
1. Tema
a. “Sebatang
Kara” bertema
mengenai keteguhan hati seorang anak yatim piatu yang tidak ingin bergantung
kepada orang lain. Tema tersebut memiliki subtema mengenai kebaikan hati
seseorang.
b. “Musibah” bertema mengenai perputaran kehidupan atau keadaan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Tema tersebut memiliki subtema kesadaran atau penyesalan seseorang yang muncul karena adanya musibah.
b. “Musibah” bertema mengenai perputaran kehidupan atau keadaan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Tema tersebut memiliki subtema kesadaran atau penyesalan seseorang yang muncul karena adanya musibah.
2. Latar
a. “Sebatang
Kara” meliputi:
1) Latar tempat: tanah pemakaman, rumah Bu Tutik.
2) Latar suasana: kesedihan, ketegaran dan keteguhan, serta kesibukan.
3) Latar waktu: saat di pemakaman, saat di rumah Bu Tutik.
b. “Musibah” meliputi:
1) Latar tempat: kampung nelayan dan rumah Pak Bakri.
2) Latar suasana: keadaan yang susah atau sedih di suatu daerah karena adanya musibah dan penyakit; penyesalan.
3) Latar waktu: pada suatu hari saat terjadi musibah di kampung nelayan.
1) Latar tempat: tanah pemakaman, rumah Bu Tutik.
2) Latar suasana: kesedihan, ketegaran dan keteguhan, serta kesibukan.
3) Latar waktu: saat di pemakaman, saat di rumah Bu Tutik.
b. “Musibah” meliputi:
1) Latar tempat: kampung nelayan dan rumah Pak Bakri.
2) Latar suasana: keadaan yang susah atau sedih di suatu daerah karena adanya musibah dan penyakit; penyesalan.
3) Latar waktu: pada suatu hari saat terjadi musibah di kampung nelayan.
3. Penokohan
a. “Sebatang Kara” tokohnya:
– Ogal = Tegar dan bersemangat mandiri.
– Bu Tutik = Baik hati.
b. “Musibah” tokohnya:
– Pak Bakri = Pencela yang kemudian sadar.
– Bu Bakri = Tidak terungkap jelas.
– Manol = Manja.
– Penduduk = Pemboros.
– Ogal = Tegar dan bersemangat mandiri.
– Bu Tutik = Baik hati.
b. “Musibah” tokohnya:
– Pak Bakri = Pencela yang kemudian sadar.
– Bu Bakri = Tidak terungkap jelas.
– Manol = Manja.
– Penduduk = Pemboros.
No comments:
Write komentar