Tabuik
(Sumatera Barat)
Upacara yang satu ini sebenarnya lebih berkaitan dengan religi, berdasarkan
kepercayaan umat Islam Tapi hanya ditemukan di Kabupaten Padang Pariaman,
Sumatera Barat. Sehingga, menjadi sebuah tradisi yang khas dari daerah tersebut.
Upacara Tabuik ini digelar sebagai bentuk peringatan atas kematian anak Nabi
Muhammad SAW dalam sebuah perang di zaman Rasulullah dulu. Dilakukan pada Hari
Asura setiap tanggal 10 Muharram tahun Hijriah. Beberapa hari sebelum datangnya
waktu penyelenggaraan upacara ini, masyarakat akan bergotong royong untuk
membuat dua tabuik. Kemudian, pada hari H, kedua tabuik itu di arak menuju laut
di Pantai Gondoriah. Satu tabuik diangkat oleh sekitar 40 orang. Di
belakangnya, rombongan masyarakat dengan baju tradisional mengiringi, bersamaan
dengan para pemain musik tradisional. Lalu, kedua tabuik itupun dilarung ke
laut.
Dugderan
(Jawa Tengah)
Upacara ini digelar untuk menandai datangnya bulan puasa Ramadhan. Tapi, karena
hanya diadakan oleh masyarakat Semarang, maka upacara Dugderan ini pun jadi
semacam upacara tradisional. Kata “dugderan” sendiri berasal dari perpaduan
bunyi bedug dengan meriam bambu yang memang identik dengan bulan puasa. Upacara
ini dilaksanakan tepat sehari sebelum puasa pertama dilaksanakan, mulai dari
pagi hingga sore hari menjelang senja. Dalam upacara tradisional Indonesia ini,
masyarakat menggelar “warak ngendok”, atau mengarak binatang jadi-jadian yang
bertubuh kambing, berkepala naga dan berkulit sisik emas. Binatang rekaan ini
dibuat dari kertas warna-warni. Selain itu, juga digelar pasar rakyat, atraksi
drumband, pawai pakaian adat tradisional nusantara, hingga penampailan berbagai
kesenian khas Kota Semarang, yang digelar selama sepekan sebelumnya.
Ngaben
(Bali)
Kegiatan ini merupakan upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu di
Bali. Untuk melaksanakan upacara Ngaben ini, keluarga dari jenazah tersebut
akan membuat “bade dan lembu” untuk tempat jenazah yang akan dibawa. Tempat
tersbeut dibuat dari kayu dengan model yang sangat megah, dibantu oleh
masyarakat sekitarnya. Kemudian, jenazah pun di arak, dan terakhir dibakar
bersamaan dengan tempat tersebut, dalam sebuah ritual khusyuk.
Rambu
Solo dan Mapasilaga Tedong (Sulawesi Selatan)
Rambu Solo juga merupakan upacara kematian, yang diwarisi oleh masyarakat
Toraja secara turun temurun. Keluarga dari orang yang meninggal akan menggelar
upacara ini sebagai tanda penghormatan terakhir. Kemudian, jenazahnya akan
dibawa ke makam yang terletak di tebing goa, yakni pekuburan Londa. Bersamaan
dengan itu, juga dibawa sebuah boneka kayu yang telah dibuat sebelumnya, yang
wajahnya sangat mirip dengan orang yang telah meninggal itu. Sedangkan, upacara
Mapasilaga Tedong merupakan acara adu kerbau. Selbelumnya, akan diawali dengan
parade kerbau, mulai dari jenis kerbau jantan, kerbau albino, hingga kerbau
salepo yang memiliki bercak-bercak hitam di punggungnya. Setelah adu kerbau,
maka akan dilanjutkan dengan prosesi pemotongan kerbau khas adat Toraja, yang
disebut Ma’tinggoro Tedong. Dalam prosesi tersbeut, kerbau harus langsung mati
dengan sekali tebas.
Pasola
(Nusa Tenggara Timur)
Dalam upacara tradisional Indonesia ini, akan ada dua kelompok yang melakukan
“perang-perangan”. Setiap kelompok yang terdiri atas lebih dari 100 pemuda itu
“berperang” dengan bersenjatakan tombak dari kayu yang ujungnya tumpul, dan
juga mengenakan baju perang dalam adat mereka. Pada bulan Februari atau Maret
setiap tahunnya, upacara ini akan digelar untuk menyampaikan doa kepada Tuhan,
agar panen mereka pada tahun itu bisa berhasil.
Kebo-Keboan
Prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun
oleh warga Desa Alasmalang. Awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon
turunya hujan saat kemarau panjang, dengan turunnya hujan ini berarti petani
dapat segera bercocok tanam.
Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi
di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan
dan mengejar siapa saja yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Warga
masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena
dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupununtuk keuntungan
Adu Kerbau (Mapasilaga Tedong)
Adu kerbau diawali dengan kerbau bule.
Partai adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala
Toraja, Ma’tinggoro tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan
sekali tebas. Semakin sore, pesta adu kerbau semakin ramai karena yang diadu
adalah kerbau jantan yang sudah memiliki pengalaman berkelahi puluhan kali.
Sebelum diadu, dilakukan parade kerbau. Ada kerbau bule atau
albino, ada pula yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung yang disebut
salepo dan hitam di punggung (lontong boke). Jenis yang terakhir ini harganya
paling mahal, bisa di atas Rp 100 juta. Juga terdapat kerbau jantan yang sudah
dikebiri—konon cita rasa dagingnya lebih gurih.
Etu – Flores
Etu - Flores Etu adalah upacara pagelaran tinju adat yang dilakukan
masyarakat Flores untuk menguji kejantanan antar pemuda. Berbeda dengan tinju
konvensional, sarung tinju yang dikenakan petinju etu hanya terbuat dari
anyaman ijuk. Satu tangan disarungi untuk memukul, dan satu tangan lainnya
dibiarkan tanpa sarung dan digunakan hanya untuk menangkis pukulan lawan.
Mallassuang
Manu
Mandar Mallassuang Manu adalah upacara muda mudi Suku Mandar yang
tinggal di Kecamatan Pulau Laut Selatan, Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam upacara adat ini, kaum muda mudi melepaskan beberapa pasang ayam jantan
dan betina sebagai wujud permohonan kepada Tuhan agar mereka segera dikaruniai
jodoh.
No comments:
Write komentar