1.
Memiliki Aqidah yang Selamat
Aqidah adalah urusan yang sangat agung dan mulia. Perilaku
merupakan hasil dari pikiran dan keyakinan di dalam jiwa. Penyimpangan perilaku
biasanya muncul akibat penyimpangan aqidah. Aqidah itulah iman. Sementara orang
yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. Apabila
aqidah seseorang baik maka akan baik pula akhlaknya. Sehingga aqidah yang benar
akan menuntun pemiliknya untuk bisa memiliki akhlak yang mulia seperti: berlaku
jujur, dermawan, lemah lembut, berani, dan lain sebagainya. Sebagaimana
kemuliaan akhlak juga akan menghalangi dirinya dari melakukan perilaku-perilaku
yang jelek seperti; berdusta, bakhil (pelit), bertindak bodoh, serampangan, dan
lain sebagainya.
2.
Senantiasa Berdoa Memohon Akhlak Mulia
Doa
merupakan pintu (kebaikan) yang sangat agung. Apabila pintu ini telah dibukakan
untuk seorang hamba maka berbagai kebaikan pasti akan dia dapatkan dan
keberkahan akan tercurah kepadanya. Barangsiapa yang ingin memiliki kemuliaan
akhlak dan terbebas dari akhlak yang jelek hendaknya dia mengembalikan
urusannya kepada Rabbnya. Hendaknya dia ‘menengadahkan telapak tangannya’
dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada-Nya agar Allah melimpahkan
kepadanya akhlak yang mulia dan menyingkirkan akhlak-akhlak yang buruk darinya.
Oleh karena itulah Nabi ‘alaihish shalatu was salamadalah
orang yang sangat banyak memohon kepada Rabbnya untuk mengaruniakan kepada
beliau kemuliaan akhlak. Beliau biasa memanjatkan permohonan di dalam doa
istiftah, “Ya Allah tunjukkanlah aku kepada
akhlak mulia. Tidak ada yang bisa menunjukkan kepada kemuliaan itu kecuali
Engkau. Dan singkirkanlah akhlak yang jelek dari diriku. Tidak ada yang bisa
menyingkirkan kejelekan akhlak itu kecuali Engkau.” (HR. Muslim: 771). Salah satu doa yang
beliau ucapkan juga, “Ya Allah, jauhkanlah dari diriku
kemungkaran dalam akhlak, hawa nafsu, amal, dan penyakit.” (HR. Al Hakim [1/532] dan disahihkan
olehnya serta disepakati Adz Dzahabi). Beliau juga berdoa, “Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap lemah, kemalasan, sifat pengecut,
pikun, sifat pelit. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari fitnah
kehidupan dan kematian.” (HR.
Bukhari [7/159] dan Muslim [2706]).
3.
Bersungguh-Sungguh/Mujahadah Dalam Memperbaiki Diri
Kesungguh-sungguhan
akan banyak berguna di dalam upaya untuk mendapatkan hal ini. Sebab kemuliaan
akhlak tergolong hidayah yang akan diperoleh oleh seseorang dengan jalan
bersungguh-sungguh dalam mendapatkannya. Allah ‘azza
wa jalla berfirman
yang artinya, “Orang-orang yang bersungguh-sungguh
di jalan Kami maka akan Kami mudahkan untuknya jalan-jalan menuju keridhaan
Kami. Dan sesungguhnya Allah pasti bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69). Barangsiapa
yang bersungguh-sungguh menundukkan hawa nafsunya untuk bisa berhias diri
dengan sifat-sifat keutamaan, serta menundukkannya untuk menyingkirkan
akhlak-akhlak yang tercela niscaya dia akan mendapatkan banyak kebaikan dan
akan tersingkir darinya kejelekan-kejelekan. Akhlak ada yang didapatkan secara
bawaan dan ada pula yang dimiliki setelah melatih diri dan membiasakannya. Mujahadah tidaklah cukup sekali atau dua kali,
namun ia harus dilakukan sepanjang hayat hingga menjelang kematiannya. Allah tabaraka
wa ta’alaberfirman yang artinya, “Sembahlah Rabbmu hingga datang
kematian kepadamu.” (QS.
Al Hijr: 99).
4.
Introspeksi/Muhasabah
Yakni dengan cara mengoreksi diri ketika melakukan akhlak yang
tercela dan melatih diri agar tidak terjerumus kembali dalam perilaku akhlak
yang tercela itu. Namun hendaknya tidak terlalu berlebihan dalam
mengintrospeksi karena hal itu akan menimbulkan patah semangat.
5.
Merenungkan Dampak Positif Akhlak yang Mulia
Sesungguhnya memikirkan dampak positif dan akibat baik dari
segala sesuatu akan memunculkan motivasi yang sangat kuat untuk melakukan dan
mewujudkannya. Maka setiap kali hawa nafsu mulai terasa sulit untuk ditundukkan
hendaknya ia mengingat-ingat dampak positif tersebut. Hendaknya dia mengingat
betapa indah buah dari kesabaran, niscaya pada saat itu nafsunya akan kembali
tunduk dan kembali ke jalur ketaatan dengan lapang. Sebab apabila seseorang
menginginkan kemuliaan akhlak dan dia menyadari bahwa hal itu merupakan sesuatu
yang paling berharga dan perbendaharaan yang paling mahal bagi jiwa manusia
niscaya akan terasa mudah baginya untuk menggapainya.
6.
Memikirkan Dampak Buruk Akhlak yang Jelek
Yaitu dengan memperhatikan baik-baik dampak negatif yang timbul
akibat akhlak yang jelek berupa penyesalan yang terus menerus, kesedihan yang
berkepanjangan, rasa tidak senang di hati orang lain kepadanya. Dengan demikian
seorang akan terdorong untuk mengurangi perilakunya yang buruk dan terpacu
untuk memiliki akhlak yang mulia.
7.
Tidak Putus Asa untuk Memperbaiki Diri
Sebagian orang yang berakhlak jelek mengira bahwa perilakunya
sudah tidak mungkin untuk diperbaiki dan mustahil untuk diubah. Sebagian orang
ketika berusaha sekali atau beberapa kali untuk memperbaiki dirinya namun
menjumpai kegagalan maka dia pun berputus asa. Hingga akhirnya dia tidak
mau lagi memperbaiki dirinya. Sikap semacam ini benar-benar tidak layak
dimiliki seorang muslim. Dia tidak boleh barang sedikit pun merasa senang
dengan kehinaan yang sedang dialaminya lantas tidak mau lagi menempa diri
karena menurutnya perubahan keadaan merupakan sesuatu yang mustahil terjadi
pada dirinya. Namun semestinya dia memperkuat tekad dan terus berupaya untuk
menyempurnakan diri, dan bersungguh-sungguh dalam mengikis aib-aib dirinya.
Betapa banyak orang yang berhasil berubah keadaan dirinya, jiwanya menjadi
mulia, dan aib-aibnya lambat laun menghilang akibat keseriusannya dalam menempa
diri dan kesungguhannya dalam menaklukkan tabiat buruknya.
8.
Memiliki Cita-Cita yang Tinggi
Cita-cita
tinggi akan melahirkan kesungguhan, memompa semangat untuk maju dan tidak mau
tercecer di barisan orang-orang yang rendah dan hina. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa
yang memiliki cita-cita yang tinggi dan jiwanya memiliki kekhusyukan maka dia
telah memiliki (sumber) segala akhlak mulia. Sedangkan orang yang rendah cita-citanya
dan hawa nafsunya telah melampaui batas maka itu artinya dia telah bersifat
dengan setiap akhlak yang rendah dan tercela.” Jiwa-jiwa yang mulia tidak merasa
ridha kecuali terhadap perkara-perkara yang mulia, tinggi, dan baik dampaknya.
Sedangkan jiwa-jiwa yang kerdil dan hina menyukai perkara-perkara yang rendah
dan kotor sebagaimana halnya seekor lalat yang senang hinggap di barang-barang
yang kotor. Jiwa-jiwa yang mulia tidak akan merasa ridha terhadap kezaliman,
perbuatan keji, mencuri, demikian pula tindakan pengkhianatan, sebab jiwanya
lebih agung dan lebih mulia daripada harus melakukan itu semua. Sedangkan
jiwa-jiwa yang hina justru memiliki karakter yang bertolak belakang dengan
sifat-sifat yang mulia itu.
9.
Bersabar
Sabar merupakan fondasi bangunan kemuliaan akhlak. Kesabaran
akan melahirkan ketabahan, menahan amarah, tidak menyakiti, kelemahlembutan dan
tidak tergesa-gesa, dan tidak suka bersikap kasar.
10.
Menjaga Kehormatan/Iffah
Sifat
ini akan membawa pelakunya untuk senantiasa menjauhi perkara-perkara yang
rendah dan buruk, baik yang berupa ucapan ataupun perbuatan. Dia akan memiliki
rasa malu yang itu merupakan sumber segala kebaikan. Sikap ini akan mencegah
dari melakukan perbuatan keji, bakhil, dusta, ghibah maupunnamimah/adu domba.
11.
Keberanian
Hal ini akan membawa pelakunya untuk memiliki jiwa yang tangguh
dan mulia. Selain itu keberanian akan menuntun untuk senantiasa mengutamakan
akhlak mulia, berusaha untuk mengerahkan kebaikan yang bisa dilakukannya dalam
rangka memberikan manfaat kepada orang lain. Keberanian juga akan menggembleng
jiwa untuk rela meninggalkan sesuatu yang disukai dan menyingkirkannya.
Keberanian akan menuntun kepada sifat suka menahan amarah dan berlaku lembut.
12.
Bersikap Adil
Sikap
adil akan menuntun kepada ketepatan perilaku. Tidak melampaui batas dan tidak
meremehkan. Adil akan melahirkan kedermawanan yang berada di antara sikap boros
dan pelit. Adil akan melahirkan sikaptawadhu’ (rendah hati) yang berada di antara
sikap rendah diri dan kesombongan. Adil juga akan melahirkan sikap berani yang
berada di antara sikap pengecut dan serampangan. Adil pun akan melahirkan
kelemahlembutan yang berada di antara sikap suka marah dengan sifat hina dan
menjatuhkan harga diri.
13.
Bersikap Ramah dan Menjauhi Bermuka Masam
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Senyummu
kepada saudaramu (sesama muslim) adalah sedekah untukmu.” (HR. Tirmidzi, disahihkan Al Albani
dalam Ash Shahihah: 272). Beliau juga bersabda,“Janganlah kamu meremehkan kebaikan meskipun ringan.
Walaupun hanya dengan berwajah yang ramah ketika bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim). Senyuman akan mencairkan
suasana dan meringankan beban pikiran. Orang yang murah senyum akan ringan
dalam menunaikan tanggung jawabnya. Kesulitan baginya merupakan tantangan yang
harus dihadapi dengan tenang dan pikiran positif. Berbeda dengan orang yang
suka bermuka masam. Dia akan menghadapi segala sesuatu dengan penuh kerepotan
dan pandangan yang sempit. Apabila menemui kesulitan maka nyalinya mengecil dan
semangatnya menurun. Akhirnya dia mencela kondisi yang ada dan merasa tidak
puas dengan ketentuan (takdir) Allah lantas dia pun melarikan diri dari
kenyataan.
14.
Mudah Memaafkan
Mudah memaafkan dan mengabaikan ketidaksantunan orang lain
merupakan akhlak orang-orang besar dan mulia. Sikap inilah yang akan
melestarikan rasa cinta dan kasih sayang dalam pergaulan. Sikap inilah yang
akan bisa memadamkan api permusuhan dan kebencian. Inilah bukti ketinggian budi
pekerti seseorang dan sikap yang akan senantiasa mengangkat kedudukannya.
15.
Tidak Mudah Melampiaskan Amarah
Hilm atau tidak suka marah merupakan akhlak
yang sangat mulia. Akhlak yang harus dimiliki oleh setiap orang yang memiliki
akal pikiran. Dengan akhlak inilah kehormatan diri akan terpelihara, badan akan
terjaga dari gangguan orang lain, dan sanjungan akan mengalir atas kemuliaan
perilakunya. Hakikat dari hilmadalah kemampuan
mengendalikan diri ketika keinginan untuk melampiaskan kemarahan bergejolak.
Bukanlah artinya seorang yang memiliki sifat ini sama sekali tidak pernah
marah. Namun tatkala perkara yang memicu kemarahannya terjadi maka ia bisa
menguasai dirinya dan meredakan emosinya dengan sikap yang bijaksana.
16.
Meninggalkan Orang-Orang Bodoh
Berpaling
dari tindakan orang-orang jahil akan menyelamatkan harga diri dan menjaga
kehormatan. Jiwanya akan menjadi tenang dan telinganya akan terbebas dari
mendengarkan hal-hal yang menyakitkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Berikanlah
maaf, perintahkan yang ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al A’raaf: 199). Orang Arab
mengatakan, “Menjauhi kejelekan adalah bagian
dari upaya untuk mencari kebaikan.”
17.
Tidak Suka Mencela
Hal
ini menunjukkan kemuliaan diri seseorang dan ketinggian cita-citanya. Sebagaimana
yang dikatakan oleh orang-orang bijak, “Kemuliaan diri yaitu ketika kamu
dapat menanggung hal-hal yang tidak menyenangkanmu sebagaimana kamu sanggup
menghadapi hal-hal yang memuliakanmu.” Diriwayatkan bahwa suatu ketika
Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang pergi berangkat ke masjid pada waktu
menjelang subuh (waktu sahur, suasana masih gelap). Ketika itu dia berangkat
dengan disertai seorang pengawal. Ketika melewati suatu jalan mereka berdua
berpapasan dengan seorang lelaki yang tidur di tengah jalan, sehingga Umar pun
terpeleset karena tersandung tubuhnya. Maka lelaki itu pun berkata kepada Umar,
“Kamu ini orang gila ya?”. Umar pun menjawab, “Bukan.”Maka sang pengawal pun
merasa geram terhadap sang lelaki. Lantas Umar berkata kepadanya, “Ada apa memangnya!
Dia hanya bertanya kepadaku, ‘Apakah kamu gila?’ lalu kujawab bahwa aku bukan
orang gila.”
18.
Mengabaikan Orang yang Berbuat Jelek Kepada Kita
Orang yang suka menyakiti tidak perlu ditanggapi. Ini merupakan
bukti kemuliaan pribadi dan ketinggian harga diri. Suatu ketika ada orang yang
mencaci maki Al Ahnaf bin Qais berulang-ulang namun sama sekali tidak digubris
olehnya. Maka si pencela mengatakan, “Demi Allah, tidak ada yang menghalanginya
untuk membalas celaanku selain kehinaan diriku dalam pandangannya.”
19.
Melupakan Kelakuan Orang Lain yang Menyakiti Dirinya
Yaitu dengan cara anda melupakan orang lain yang pernah
melakukan perbuatan buruk kepada anda. Agar hati anda menjadi bersih dan tidak
gelisah karena ulahnya. Orang yang terus mengingat-ingat perbuatan jelek
saudaranya kepada dirinya maka kecintaan dirinya kepada saudaranya tidak akan
bisa bersih (dari kepentingan dunia). Orang yang senantiasa mengenang kejelekan
orang lain kepada dirinya niscaya tidak akan bisa merasakan kenikmatan hidup
bersama mereka.
No comments:
Write komentar