CONTOH PROPOSAL SKRIPSI UNTUK FAKULTAS EKONOMI YANG SUDAH TEREVISI

 

1.      PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Penelitian
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pertumbuhan industri ritel sangat pesat di Indonesia dan penuh dengan persaingan yang ketat. Hal ini sesuai dengan kecenderungan perekonomian global dimana industri ritel semakin diperhitungkan. Persaingan di berbagai industri ritel membawa perubahan pada pasar dan teknologi yang berpengaruh dalam dunia bisnis. Berkembangnya teknologi, menyebabkan banyak perusahaan berlomba-lomba memberikan kualitas pelayanan yang baik. Perusahaan harus dapat membuat kualitas yang baik untuk para konsumennya. Salah satu contohnya dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang dapat membantu konsumen dalam bertransaksi, berbelanja dan melakukan aktifitas-aktifitas berbelanja. Dengan perusahaan memberikan kualitas yang baik, maka konsumenpun akan menjadi percaya dengan perusahaan (Meliana, dkk, 2013).
Perusahaan yang mampu memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen berdampak pada keputusan konsumen untuk melakukan pembelian. Keputusan pembelian merupakan keputusan konsumen mengenai preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan (Kotler dan Keler, 2009). Konsumen mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dan tidak melakukan pembelian atau pilihan menggunakan waktu, maka konsumen tersebut berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Sebaliknya, jika konsumen tidak mempunyai alternatif untuk memilih dan benar-benar terpaksa melakukan pembelian tertentu atau mengambil tindakan tertentu, maka keadaan satu-satunya tanpa pilihan lain ini bukanlah suatu keputusan (Schiffman dan Kanuk,2008).
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Nursanti dan Herlina (2012), Meliana, dkk (2013), Widowati dan Purwanto (2014), Autami dan  Suasana  (2015), Pangestu, dkk (2015), Rohmah dan Khuzaini (2015) serta Santoso (2016). Dari beberapa peneliti tersebut terdapat persamaan yaitu menggunakan variabel bebas kualitas pelayanan, word of mouth dan merchandise.
Kualitas pelayanan merupakan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang diterima/diperoleh (Ratnasari dan Aksa,2011). Karakteristik pelayanan tidak berwujud, dimana pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat dirasakan, dan dinikmati sebelum dibeli konsumen. Konsumen secara langsung atau tidak langsung memberikan penilaian terhadap jasa yang dibeli atau pernah dikonsumsinya. Evaluasi dilakukan berdasarkan penilaian keseluruhan antara apa yang diteerima dan dialami dibandingkan dengan yang diharapkan. Terdapat dua faktor utama yang dijadikan pedoman konsumen, yaitu : layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan (Suryani, 2013). Kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu. Apabila kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Sedangkan jika kenyataan sama dengan harapan, maka layanan tersebut bermutu (Ratnasari dan Aksa,2011).  Kualitas pelayanan yang baik dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen untuk sekarang maupun waktu yang akan datang. Hal ini sesuai dengan penelitian Nursanti dan Herlina (2012), Meliana, dkk (2013), Widowati dan Purwanto (2014), Autami dan Suasana (2015) serta Rohmah dan Khuzaini  (2015) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Namun demikian, pada penelitian Santoso (2016) menemukan sebaliknya bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Word of mouth (WOM) merupakan  komunikasi dari mulut ke mulut oleh orang lain mengenai suatu produk (Suryani,2013). Konsumen mengetahui keberadaan produk dari komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dan dari sumber informasi lainnya di luar sumber resmi perusahaan. Pada masyarakat Indonesia yang tingkat interaksinya tinggi dan sebagian besar menggunakan budaya mendengar daripada membaca, komunikasi dari mulut ke mulut lebih efektif untuk mempromosikan produk. Konsumen belajar mengenai produk dan merek baru terikat dengan kelompok konsumen yang ada di masyarakat dari dua hal, yaitu melalui pengalaman dan pengamatan terhadap penggunaan produk konsumen lainnya, dan mencari informasi dengan bertanya kepada konsumen lain yang tahu dan pernah menggunakan produk yang akan dibelinya (Suryani,2013). Word of mouth yang positif berdampak pada keputusan pembelian konsumen. Hal ini sesuai dengan penelitian Pangestu, dkk (2015) yang menunjukkan bahwa word of mouth berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Merchandise atau pengelolaan barang dagangan adalah proses penanganan kreatif dalam upaya mempresentasikan atau menampilkan produk (barang dagangan) dengan tujuan memaksimalkan daya tarik penjualan ritel (Cahyani,dkk,2014). Merchandise yang akan dijual penting dipilih dengan benar karena merupakan mesin sukses bagi pengecer. Keragaman produk terdiri atas dua hal yaitu banyak variasi kategori produk yang dijual, dan banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori produk (Nursanti dan Herlina,2012). Peritel harus mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pasar dan tanggap mengadaptasikannya ke dalam bisnisnya, sehingga sesuai dengan gaya hidup. Bentuk dan konsep-konsep baru serta ide-ide kreatif mengenai bagaimana berbelanja dengan lebih nyaman dan menyenangkan dengan lokasi mudah dicapai dan memiliki poin yang menarik bagi konsumen yang patut dipertimbangkan (Nursanti dan Herlina,2012). Semakin baik merchandise, dapat mempnengaruhi keputusan pembelian. Hal ini sesuai dengan penelitian Nursanti dan Herlina (2012), Widowati dan Purwanto (2014) serta Autami dan  Suasana  (2015) yang menyatakan bahwa merchandise berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Berdasarkan hasil beberapa peneliti mengenai pengaruh kualitas pelayanan, word of mouth dan  merchandise terhadap keputusan pembelian diperoleh hasil yang berbeda-beda, khususnya variabel kualitas pelayanaan, sehingga timbul research gap. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud mengulang penelitian tersebut apakah terdapat konsistensi hasil dibandingkan penelitian sebelumnya.
Obyek penelitian ini adalah Mall Aneka Jaya, Jl. Sultan Fatah, Kabupaten Demak. Mall ini buka mulai jam 08.00 – 22.00 malam WIB. Terletak di jalur strategis yaitu mudah dijangkau, mudah dilihat dan transportasinya mudah, di pusat kota, dekat dengan fasilitas umum dan sosial, dekat keramaian serta dekat dengan gedung perkantoran khususnya kantor pemerintah.
Berdasarkan research gap tersebut, maka penelitian ini bermaksud mengambil judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan, Word Of Mouth Dan Merchandise Terhadap Keputusan Pembelian ( Studi Pada Mall Aneka Jaya Di Kabupaten Demak )

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian pada Mall Aneka Jaya di Kabupaten Demak?
2.      Bagaimana pengaruh word of mouth terhadap keputusan pembelian pada Mall Aneka Jaya di Kabupaten Demak?
3.      Bagaimana pengaruh merchandise terhadap keputusan pembelian pada Mall Aneka Jaya di Kabupaten Demak?

1.3.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian pada Mall Aneka Jaya di Kabupaten Demak
2.      Untuk mengetahui pengaruh word of mouth terhadap keputusan pembelian pada Mall Aneka Jaya di Kabupaten Demak.
3.      Untuk mengetahui pengaruh merchandise terhadap keputusan pembelian pada Mall Aneka Jaya di Kabupaten Demak

1.4.  Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1.      Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana dalam khasanah ilmu ekonomi khususnya bidang manajemen pemasaran.
2.      Manfaat Praktis
a         Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan sebagai wahana untuk mempraktekkan ilmu yang didapat dan untuk memperluas cakrawala pengetahuan di bidang manajemen pemasaran.
b        Bagi akademik
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan memperdalam ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai pembanding bagi pembaca yang ingin melaksanakan penelitian di bidang pemasaran khususnya tentang variabel kualitas pelayanan, word of mouth, merchandise dan keputusan pembelian.
c         Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai faktor-fakktor yang mempengaruh keputusan pembelian dilihat dari kualitas pelayanan, word of mouth dan merchandise.


2.      TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Telaah Teori
2.1.1.        Kualitas Pelayanan
2.1.1.1.     Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan adalah evaluasi pengamatan jangka panjang konsumen terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan (Lovelock dan Wright, 2007).  Definisi kualitas pelayanan adalah besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan tingkat persepsi mereka (Laksana, 2008). Menurut Kotler dan Keller (2009), kualitas pelayanan adalah suatu pernyataan tentang sikap terhadap perbandingan antara harapan dengan kinerja. Sedangkan menurut Lovelock, et al (2010),  kualitas pelayanan adalah sesuatu yang secara konsisten memenuhi atau melampaui harapan konsumen. Juga menurut Ratnasari dan Aksa (2011), kualitas pelayanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang diterima/diperoleh.
Pada umumnya harapan konsumen merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk baik barang maupun jasa. Sedangkan kinerja atau hasil yang diterima adalah apa yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Untuk itu manajemen harus memiliki persepsi yang sama dengan konsumen agar supaya diperoleh hasil yang melebihi atau paling tidak sama dengan harapan konsumen (Laksana, 2008).
Kinerja jasa yang mengejutkan dan menyenangkan konsumen, yang berada di atas tingkat jasa yang diinginkan, akan dipandang memiliki kualitas yang lebih tinggi. Jika penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, akan merasa jasa ini memadai. Namun, apabila kualitas yang sebenarnya berada di bawah tingkat jasa yang memadai dengan yang diharapkan konsumen, perbedaan atau kesenjangan kualitas akan muncul antara kinerja jasa dan harapan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan jasa dapat terjadi dalam berbagai bagian kinerja jasa (Lovelock dan Wright, 2007).
Konsumen secara langsung atau tidak langsung memberikan penilaian terhadap jasa yang dibeli atau pernah dikonsumsinya. Evaluasi dilakukan berdasarkan penilaian keseluruhan antara apa yang diterima dan dialami dibandingkan dengan yang diharapkan. Terdapat dua faktor utama yang dijadikan pedoman konsumen, yaitu : layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan (Suryani, 2013). Kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu (berkualitas). Apabila kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu (tidak berkualitas). Sedangkan jika kenyataan sama dengan harapan, maka layanan tersebut memuaskan (Ratnasari dan Aksa, 2011).
Konsumen ingin agar harapannya sama dengan layanan seperti apakah seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada konsumen. Harapan para konsumen ini didasarkan pada informasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya) (Ratnasari dan Aksa, 2011).
2.1.1.2.     Dimensi Kualitas Pelayanan
Penilaian Kualitas pelayanan suatu perusahaan jasa bisa sangat berKualitas, biasa-biasa saja, atau tidak berKualitas semuanya tergantung pada penilaian konsumen. Sekalipun manajemen menyatakan bahwa Kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan berKualitas, namun jika konsumen menilai tidak berKualitas, maka sesungguhnya Kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan jasa tersebut tetap dinilai tidak berKualitas (Suryani, 2013). Suryani (2013) mengidentifikasi ada lima dimensi Kualitas pelayanan yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi Kualitas jasa, antara lain :
1.    Keandalan
Keandalan adalah kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan andal dan akurat (Kotler dan Keller, 2009). Beberapa indikator keandalan adalah menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan, keandalan dalam penanganan masalah pelayanan konsumen, melaksanakan jasa dengan benar pada saat pertama, menyediakan jasa pada waktu yang dijanjikan, mempertahankan catatan bebas kesalahan dan karyawan mempunyai pengetahuan untuk menjawab pertanyaan konsumen. Keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pepelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Harus sesuai dengan harapan konsumen, berarti kinerja yang tepat waktu, pepelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan dengan akurasi tinggi (Ratnasari dan Aksa, 2011). Keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pepelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya (Suryani, 2013).
2.    Ketanggapan (Daya Tanggap)
Daya tanggap adalah kesediaan membantu konsumen dan memberikan pelayanan tepat waktu (Kotler dan Keller, 2009). Beberapa indikator daya tanggap adalah selalu membantu konsumen tentang kapan pelayanan akan dilaksanakan, pelayanan tepat waktu bagi konsumen, kesediaan untuk membantu konsumen dan kesiapan untuk merespons permintaan konsumen. Ketanggapan  (daya tanggap) adalah suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pepelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada konsumen, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam Kualitas jasa (Ratnasari dan Aksa, 2011). Daya tanggap adalah suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pepelayanan yang cepat dan tepat kepada konsumen melalui penyampaian informasi yang jelas, serta didukung keinginan para staf untuk membantu para konsumen (Suryani, 2013). Perusahaan memberikan pelayanan yang berKualitas jika karyawannya cepat tanggap terhadap keinginan dan harapan konsumennya (Suryani, 2013).
3.    Jaminan
Jaminan adalah pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan untuk menunjukkan kepercayaan dan keyakinan (Kotler dan Keller, 2009). Beberapa indikator jaminan adalah karyawan yang menanamkan keyakinan pada konsumen, membuat konsumen merasa aman dalam transaksi dan karyawan selalu sopan. Jaminan atau kepastian adalah pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya konsumen kepada perusahaan. Terdiri atas komponen : komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun (Ratnasari dan Aksa, 2011). Jaminan adalah pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai  perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para konsumen kepada perusahaan yang meliputi : pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan (Suryani, 2013).
4.    Empati
Empati adalah kondisi memperhatikan dan memberikan perhatian pribadi kepada konsumen (Kotler dan Keller, 2009). Beberapa indikator empati adalah memberikan perhatian pribadi kepada konsumen, karyawan yang menghadapi konsumen dengan cara yang penuh perhatian, mengutamakan kepentingan terbaik konsumen, karyawan yang memahami kebutuhan konsumen dan jam bisnis yang nyaman. Empati adalah memberikan perhatian, tulus, dan bersifat individual atau pribadi kepada konsumen dengan berupaya memahami keinginan konsumen, dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang konsumen, memahami kebutuhan konsumen secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi konsumen (Ratnasari dan Aksa, 2011). Empati adalah kemampuan perusahaan atau para staf perusahaan dalam memberikan perhatian yang tulus secara personal para konsumen dengan berupaya memahami keinginan konsumen, yang meliputi : kemudahan untuk dihubungi, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen (Suryani, 2013).
5.    Bukti Fisik
Bukti fisik adalah kemampuan perusahaan dalam menunjukkan penampilan fisik kepada konsumen, seperti penampilan fasilitas fisik, peralatan personel dan bahan komunikasi (Kotler dan Keller, 2009). Beberapa indikator bukti fisik adalah peralatan modern, fasilitas yang tampak menarik secara visual, karyawan yang memiliki penampilan rapi dan profiesional dan bahan yang berhubungan dengan jasa mempunyai daya tarik visual. Bukti fisik adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal (Ratnasari dan Aksa, 2011). Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pepelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, ini meliputi fasilitas fisik gedung, gudang, fasilitas fisik, dan lainnya, teknologi (peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan), serta penampilan pegawainya (Ratnasari dan Aksa, 2011). Bukti fisik adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal (Suryani, 2013). Penampilan kantor dan karyawan, kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan (termasuk fasilitas komunikasi), serta lingkaran sekitarnya adalah bukti nyata dari pepelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa (Suryani, 2013).
Kualitas pelayanan dapat dilihat dari berbagai indikator sesuai dengan penggunaannya. Dalam penelitian ini, indikator kualitas pelayanan adalah sebagai berikut (Rohmah dan Khuzaini,2015) :
a.    Cepat dan tanggap dalam melayani
b.    Keramahan dan kesopanan karyawan
c.    Wawasan dan kemampuan karyawan
d.   Kecepatan proses transaksi
e.    Fasilitas fisik

2.1.2.        Word Of Mouth
2.1.2.1.     Pengertian Word Of Mouth
Word of mouth (WOM) adalah pernyataan (secara personal atau non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada konsumen (Tjiptono,2008). Definisi lain word of mouth (WOM) adalah  komunikasi dari mulut ke mulut oleh orang lain mengenai suatu produk (Suryani,2013).
Konsumen mengetahui keberadaan produk dari komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dan dari sumber informasi lainnya di luar sumber resmi perusahaan. Pada masyarakat Indonesia yang tingkat interaksinya tinggi dan sebagian besar menggunakan budaya mendengar daripada membaca, komunikasi dari mulut ke mulut lebih efektif untuk mempromosikan produk. Konsumen belajar mengenai produk dan merek baru terikat dengan kelompok konsumen yang ada di masyarakat dari dua hal, yaitu melalui pengalaman dan pengamatan terhadap penggunaan produk konsumen lainnya, dan mencari informasi dengan bertanya kepada konsumen lain yang tahu dan pernah menggunakan produk yang akan dibelinya (Suryani,2013).
Komunikasi dari mulut ke mulut atau word of mouth (WOM) timbul ketika konsumen puas atas suatu produk atau sangat kecewa atas produk yang dibelinya. Ketika konsumen puas, maka akan menceritakan kepada konsumen lain tentang produk tersebut (Suryani,2013).
Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh konsumen karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media masa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena konsumen jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri (Tjiptono,2008).
Seringkali pemasar mendorong komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) oleh konsumen perihal suatu promosi. Hal ini membantu menyebarkan kesadaran di luar konsumen yang mulai berinteraksi langsung dengan promosi tersebut. Konsumen berbagi informasi dengan teman mengenai penawaran menarik untuk produk tertentu (Peter dan Olson,2014).


2.1.2.2.     Hubungan Word Of Mouth dengan Keputusan Pembelian
Komunikasi dari mulut ke mulut atau word of mouth (WOM) atau viral marketing timbul ketika konsumen atas suatu produk atau sangat kecewa atas produk yang dibelinya. Ketika konsumen puas, maka akan menceritakan kepada konsumen lain tentang produk tersebut (Suryani,2013). Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh konsumen karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media masa. Di samping itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena konsumen jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri (Tjiptono,2008). Seringkali pemasar mendorong komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) oleh konsumen perihal suatu promosi. Hal ini membantu menyebarkan kesadaran di luar konsumen yang mulai berinteraksi langsung dengan promosi tersebut. Konsumen berbagi informasi dengan teman mengenai penawaran menarik untuk produk tertentu (Peter dan Olson, 2014). Melalui komunikasi word of mouth, semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
Word of mouth dapat dilihat dari berbagai indikator sesuai dengan penggunaannya. Dalam penelitian ini, indikator word of mouth adalah sebagai berikut (Pangestu, dkk, 2015) :
a.    Menceritakan kepada orang lain
b.    Mempromosikan produk kepada orang lain
c.    Memberikan informasi yang positif kepada orang lain
2.1.3.        Merchandise
Merchandise adalah produk-produk yang dijual peritel atau pengecer dalam gerainya (Nursanti dan Herlina,2012). Konsep lain merchandise atau pengelolaan barang dagangan adalah proses penanganan kreatif dalam upaya mempresentasikan atau menampilkan produk (barang dagangan) dengan tujuan memaksimalkan daya tarik penjualan ritel (Cahyani,dkk,2014). Pengertian lain merchandise adalah upaya pengadaan dan penanganan barang dagangan (Widowati dan Purwanto,2014). Merchandise berarti aktivitas penataan (presentasi) produk untuk membantu konsumen mencari produk dan memberikan informasi produk (Widowati dan Purwanto,2014).
Merchandise yang akan dijual penting dipilih dengan benar karena merupakan mesin sukses bagi pengecer. Keragaman produk terdiri atas dua hal yaitu banyak variasi kategori produk yang dijual, dan banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori produk (Nursanti dan Herlina,2012).
Merchandise adalah suatupresentasi non personal dan pameran barang dagangan, dengan penjelasan rinci. Pendekatan ini untuk mendapatkan kepastian mengenai penampilan produk secara optimal, memperlengkapi pameran yang akanmeningkatkan penyajian produk dan menggugah minat beli, melengkapi kegiatan penjualan dan informasi produk seperti dengan brosur dan poster-poster, menjamin ketersediaan barang, meningkatkan penambahan penjualan melalui rangsangan pembelian atau dengan mengingatkan si pembeli apa yang akan didapat berdasarkan slogan produk tersebut (Widowati dan Purwanto,2014).
Peritel harus mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pasar dan tanggap mengadaptasikannya ke dalam bisnisnya, sehingga sesuai dengan gaya hidup. Bentuk dan konsep-konsep baru serta ide-ide kreatif mengenai bagaimana berbelanja dengan lebih nyaman dan menyenangkan dengan lokasi mudah dicapai dan memiliki poin yang menarik bagi konsumen yang patut dipertimbangkan. Bentuk desain yang unik akan membantu para pemilik untuk dapat secara kreatif menciptakan suasana toko yang menarik bagi para pengunjung. Sebuah pengelolaan yang mengintegrasikan desain interior, pilihan barang, dan konsep toko. Dengan desain interior toko yang tepat, diharapkan pengunjung dapat tertarik untuk menentukan pilihan toko. Desain ini tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi dan gaya hidup masyarakat. Adanya evolusi dari bentuk-bentuk pusat perbelanjaan itu sendiri akan mendorong bentuk-bentuk interior masing-masing toko sehingga menjadi lebih kreatif. Selain suasana toko, variasi merchandise dalam gerai dapat memunculkan minat konsumen untuk melakukan pembelian. Variasi merchandise didalam gerai bertujuan agar para konsumen dimanjakan dengan banyaknya pilihan. Persaingan bisnis yang semakin komplek juga ikut menimbulkan keanekaragaman produk yang ditawarkan (Nursanti dan Herlina,2012).
Ada dua tipe dasar dari cara penyajian atau mempresentasikan barang – barang yang ditawarkan di dalam gerai, yaitu (Cahyani,dkk,2014) :
1.    On-Shelf Merchandising adalah penyajian barang – barang di meja pajangan, rak di dalam gerai.  
2.    Visual Merchandising. Visual merchandising memiliki fungsi untuk memperkuat penampilan merchandise, mendorong keingintahuan konsumen terhadap merchandise, memperlihatkan informasi yang berhubungan dengan merchandise, memfasilitasi proses transaksi, menjamin keamanan merchandise, mengingatkan konsumen untuk membeli dan menimbulkan pembelian tambahan sebagai pelengkap merchandise yang telah dibeli. Dalam pembuatan display dengan tujuan menarik pelanggan meliputi yaitu Jenis Display (Display Types), Konsep Display (Display Concept), Isi Display (Display Content) dan Susunan Display (Display Arrangement).
Merchandise dapat dilihat dari berbagai indikator sesuai dengan penggunaannya. Dalam penelitian ini, indikator merchandise adalah sebagai berikut (Autami dan Suasana,2015) :
a.    Ketersediaan  barang
b.    Keragaman barang
c.    Keragaman merek dagang

2.1.4.        Keputusan Pembelian
2.1.4.1.     Pengertian Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah keputusan pembeli tentang merek mana yang dibeli (Kotler dan Amstrong,2008). Konsep lain keputusan pembelian adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih konsumen pada pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2008). Kotler dan Keler (2009), mendeskripsikan keputusan pembelian adalah keputusan konsumen mengenai preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan.  Menurut Ginting (2012), keputusan pembelian adalah membeli merek yang paling dikehendaki konsumen.
Setiap hari konsumen mengambil berbagai keputusan mengenai setiap aspek kehidupan sehari-hari. Tetapi, kadang mengambil keputusan ini tanpa memikirkan bagaimana mengambil keputusan dan apa yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan ini. Pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan (Schiffman dan Kanuk, 2008).
Konsumen mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dan tidak melakukan pembelian atau pilihan menggunakan waktu, maka konsumen tersebut berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Sebaliknya, jika konsumen tidak mempunyai alternatif untuk memilih dan benar-benar terpaksa melakukan pembelian tertentu atau mengambil tindakan tertentu, maka keadaan satu-satunya tanpa pilihan lain ini bukanlah suatu keputusan (Schiffman dan Kanuk, 2008).
Bagi konsumen, kebebasan sering diungkapkan dengan sangat beragamnya pilihan produk. Jadi, hampir selalu ada pilihan, maka hampir selalu pula ada kesempatan bagi para konsumen untuk mengambil keputusan. Selain itu, riset konsumen eksperimental mengungkapkan bahwa menyediakan pilihan bagi konsumen ketika sesungguhnya tidak ada satu pun pilihan dapat dijadikan strategi bisnis yang tepat, strategi tersebut dapat meningkatkan penjualan dengan jumlah sangat besar (Schiffman dan Kanuk, 2008).
Situasi pengambilan keputusan konsumen tidak semua menerima (atau membutuhkan) tingkat pencarian informasi yang sama. Jika keputusan pembelian membutuhkan usaha yang besar, maka pengambilan keputusan konsumen akan merupakan proses melelahkan yang menyita waktu. Sebaliknya, jika semua pembelian sudah merupakan hal rutin, maka akan cenderung membosankan dan hanya sedikit memberikan kesenangan atau sesuatu yang baru (Schiffman dan Kanuk, 2008).
Proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka. Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami proses keputusan pembelian konsumen secara penuh, semua pengalaman mereka dalam pembelajaran, memilih, menggunakan dan bahkan menyingkirkan produk. (Kotler dan Keller, 2009).
Konsumen banyak mengambil keputusan pembelian setiap hari. Perusahaan besar meneliti keputusan pembelian konsumen secara rinci untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan : apa, di mana, bagaiman, berapa banyak, kapan, dan mengapa mereka membeli. Pemasar dapat mempelajari pembelian konsumen untuk menjawab pertanyaan : apa, di mana, dan berapa banyak mereka membeli, tetapi mempelajari tentang mengapa perilaku pembelian konsumen tidak terlalu mudah (Ginting, 2012).
Perusahaan yang memahami bagaimana keputusan konsumen akan menanggapi berbagai sosok produk, harga dan rangsangan periklanan yang memiliki keunggulan dari pesaingnya. Konsumen akan menerima rangsangan dan memberi tanggapan (Ginting, 2012).
Stimuli (rangsangan) pemasaran terdiri dari produk, harga, promosi dan distribusi.  Adapun stimuli lain yang tergolong kekuatan dan kejadian penting adalah lingkungan konsumen ekonomi, teknologi, politik dan budaya. Semua masukan ini masuk dalam benak konsumen, dimana semua berubah menjadi tanggapan pembeli yang terlihat : pilihan produk, pilihan merek, saat pembelian, dan banyaknya pembelian (banyaknya belanjaan) (Ginting, 2012).
Pemasar ingin mengerti bagaimana stimuli dirubah menjadi tanggapan di dalam benak pembeli, yang terdiri dari dua bagian. Pertama, ciri pembeli yang menyebabkan konsumen menerapkan, menerima, dan bereaksi terhadap stimuli. Kedua, proses keputusan itu sendiri yang mempengaruhi pembeli (Ginting, 2012).

2.1.4.2.     Jenis-Jenis Perilaku Keputusan Pembelian
Perilaku keputusan pembelian sangat berbeda untuk masing-masing produk. Keputusan yang lebih kompleks biasanya melibatkan peserta pembelian dan pertimbangan pembeli yang lebih banyak. Menurut Kotler dan Amstrong (2008), perilaku keputusan pembelian terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

1.      Perilaku pembelian kompleks
Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada perbedaan yang signifikan antar merek. Konsumen mungkin sangat terlibat ketika produk itu mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat memperlihatkan eskpresi diri. Umumnya konsumen harus mempelajari banyak hal tentang kategori produk.
Pada tahap ini, pembeli akan melewati proses pembelajaran, mula-mula mengembangkan keyakinan tentang produk, lalu sikap, dan kemudian membuat pilihan pembelian yang dipikirkan secara tepat. Pemasar produk yang memerlukan keterlibatan tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan perilaku evaluasi yang dilakukan konsumen dengan keterlibatan tinggi. Para pemasar perlu membantu konsumen untuk membelajari atribut produk dan kepentingan relatif atribut tersebut. Konsumen harus membedakan fitur mereknya, mungkin dengan menggambarkan kelebihan merek lewat media cetak dengan teks yang panjang. Konsumen harus memotivasi wiraniaga toko dan orang yang memberi penjelasan kepada pembeli untuk mempengaruhi pilihan merek akhir.
2.      Perilaku pembelian pengurangan disonansi (ketidaknyamanan)
Perilaku pembelian pengurangan disonansi terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang dilakukan, atau beresiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan antar merek.  Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaknyamanan pasca pembelian ketika mereka mengetahui kerugian tertentu dari merek yang dibeli atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek yang tidak dibeli. Untuk menghadapi disonansi semacam itu, komunikasi pasca penjualan yang dilakukan pemasar harus memberikan bukti dan dukungan untuk membantu konsumen merasa nyaman dengan pilihan merek mereka.
3.      Perilaku pembelian kebiasaan
Perilaku pembelian kebiasaan terjadi ketika dalam keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek. Konsumen hanya mempunyai sedikit keterlibatan dalam kategori produk ini, mereka hanya pergi ke toko dan mengambil satu merek. Jika mereka terus mengambil merek yang sama, hal ini lebih merupakan kebiasaan daripada loyalitas yang kuat terhadap sebuah merek. Konsumen seperti ini memiliki keterlibatan rendah dengan sebagian besar produk murah yang sering dibeli.
Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan mempertimbangkan keputusan tentang merek yang akan dibeli. Sebagai gantinya, konsumen menerima informasi secara pasif ketika merek menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan kebiasaan akan suatu merek dan bukan keyakinan merek. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap sebuah merek, mereka memilih merek karena terbiasa dengan merek tersebut, konsumen mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah melakukan pembelian. Oleh karena itu, proses pembelian melibatkan keyakinan merek yang dibentuk oleh pembelajaran pasif, diikuti oleh perilaku pembelian, yang mungkin diikuti oleh evaluasi atau mungkin tidak.
4.      Perilaku pembelian mencari keragaman
Perilaku pembelian mencari keragaman dalam situasi yang mempunyai karakter keterlibatan konsumen rendah, tetapi anggapan perbedaan merek yang signifikan. Dalam kasus ini, konsumen sering melakukan banyak pertukaran merek. Pemimpin pasar akan mencoba mendorong perilaku pembeli kebiasaan dengan mendominasi ruang rak, membuat rak tetap penuh, dan menjalankan iklan untuk mengingatkan konsumen sesering mungkin. Perusaahan pesaing akan mendorong pencarian keragaman dengan menawarkan persepsi harga yang lebih murah, kesepakatan kupon khusus, sampel gratis, dan iklan yang menampilkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.

2.1.4.3.     Proses/Tahapan Keputusan Pembelian
Proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian sesungguhnya dan berlanjut dalam waktu yang lama setelah pembelian. Pemasar harus memusatkan perhatian pada keseluruhan proses pembelian dan bukan hanya pada keputusan pembelian (Kotler dan Amstrong,2008). Konsumen akan melewati seluruh tahap dalam pembelian untuk semua pembelian yang dilakukannya. Tetapi, dalam pembelian yang lebih rutin, konsumen sering menghilangkan atau membalik urutan beberapa tahap ini.  Proses keputusan pembeli terdiri dari lima tahap, yaitu (Kotler dan Amstrong,2008) :
1.    Pengenalan kebutuhan
Pada tahap ini, konsumen menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang (lapar, haus, seks) timbul pada tingkat yang cukup tinggi, sehingga menjadi dorongan. Kebutuhan juga bisa dipicu oleh rangsangan eksternal. Pada tahap ini pemasar harus meneliti konsumen untuk menemukan jenis kebutuhan atau masalah apa yang timbul, apa yang menyebabkannya, dan bagaimana masalah itu bisa mengarahkan konsumen pada produk tertentu ini (Kotler dan Amstrong, 2008).
2.    Pencarian informasi
Pada tahap ini, konsumen ingin mencari informasi lebih banyak, konsumen mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian informasi secara aktif. Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi atau mungkin tidak. Jika dorongan konsumen itu kuat dan produk yang memuaskan ada di dekat konsumen itu, konsumen mungkin akan membelinya kemudian. Jika tidak, konsumen bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber. Sumber-sumber ini meliputi sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan), sumber komersial (iklan, wiraniaga, situs Web, penyalur, kemasan, tampilan), sumber publik (media massa, organisasi pemeringkat konsumen, pencarian internet), dan sumber pengalaman (penanganan, pemeriksaan, pemakaian produk). Pengaruh relatif sumber-sumber informasi ini bervariasi sesuai produk dan pembelinya. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi tentang sebuah produk dari sumber komersial atau sumber yang dikendalikan oleh pemasar. Meskipun demikian, sumber yang paling efektif cenderung pribadi. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi melegitimasi atau mengevaluasi produk untuk pembeli (Kotler dan Amstrong,2008).
3.    Evaluasi alternatif
Pada tahap ini, konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam sekelompok pilihan. Pemasar harus tahu tentang evaluasi alternatif yaitu bagaimana konsumen memperoleh informasi untuk sampai pada pilihan merek. Bagaimana cara konsumen mengevaluasi alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan situasi pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen menggunakan kalkulasi yang cermat dan pemikiran logis. Pada waktu yang lain, konsumen yang sama hanya sedikit melakukan evaluasi atau bahkan tidak mengevaluasi, sebagai gantinya konsumen membeli berdasarkan dorongan dan bergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen membuat keputusan pembelian sendiri, kadang-kadang konsumen meminta nasihat pembelian dari teman, pemandu konsumen, atau wiraniaga. Pemasar harus mempelajari pembeli untuk menemukan bagaimana cara mereka sebenarnya dalam mengevaluasi pilihan merek. Jika konsumen tahu proses evaluasi apa yang berlangsung, pemasar dapat mengambil langkah untuk mempengaruhi keputusan pembeli (Kotler dan Amstrong,2008).
4.    Keputusan pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen menentukan peringkat merek dan membentuk niat pembelian. Pada umumnya, keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa berada antara riset pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama, adalah sikap orang lain. Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun, kejadian tak terduga bisa mengubah niat pembelian (Kotler dan Amstrong,2008).
5.    Perilaku pascapembelian
Pada tahap ini, tindakan konsumen selanjutnya setelah pembelian, berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan konsumen. Pekerjaan pemasar tidak berakhir ketika produk telah dibeli. Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan terlibat dalam perilaku pascapembelian yang harus diperhatikan oleh pemasar. Apa yang menentukan kepuasan atau ketidakpuasan pembelian adalah terletak pada hubungan antara ekspektasi konsumen dan kinerja anggapan produk. Jika produk tidak memenuhi ekspektasi, konsumen kecewa. Jika produk memenuhi ekspektasi, konsumen puas. Jika produk melebihi ekspektasi, konsumen sangat puas. Semakin besar kesenjangan antara ekspektasi dan kinerja, semakin besar pula ketidakpuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa penjual hanya boleh menjanjikan apa yang dapat diberikan mereknya, sehingga pembeli terpuaskan (Kotler dan Amstrong, 2008).
Keputusan pembelian dapat dilihat dari berbagai indikator sesuai dengan penggunaannya. Dalam penelitian ini, indikator keputusan pembelian adalah sebagai berikut (Autami dan Suasana,2015) :
a.    Prioritas membeli
b.    Daya tarik toko
c.    Pemilihan pada toko

2.1.5.          Hubungan Antar Variabel
1.    Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Keputusan Pembelian
Kualitas pelayanan merupakan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang diterima/diperoleh (Ratnasari dan Aksa,2011). Karakteristik pelayanan tidak berwujud, dimana pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat dirasakan, dan dinikmati sebelum dibeli konsumen. Konsumen secara langsung atau tidak langsung memberikan penilaian terhadap jasa yang dibeli atau pernah dikonsumsinya. Evaluasi dilakukan berdasarkan penilaian keseluruhan antara apa yang diteerima dan dialami dibandingkan dengan yang diharapkan. Terdapat dua faktor utama yang dijadikan pedoman konsumen, yaitu : layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan (Suryani, 2013). Kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu. Apabila kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Sedangkan jika kenyataan sama dengan harapan, maka layanan tersebut bermutu (Ratnasari dan Aksa, 2011).  Kualitas pelayanan yang baik dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen untuk sekarang maupun waktu yang akan datang.

2.    Pengaruh Word Of Mouth terhadap Keputusan Pembelian
Word of mouth (WOM) merupakan  komunikasi dari mulut ke mulut oleh orang lain mengenai suatu produk (Suryani,2013). Konsumen mengetahui keberadaan produk dari komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dan dari sumber informasi lainnya di luar sumber resmi perusahaan. Pada masyarakat Indonesia yang tingkat interaksinya tinggi dan sebagian besar menggunakan budaya mendengar daripada membaca, komunikasi dari mulut ke mulut lebih efektif untuk mempromosikan produk. Konsumen belajar mengenai produk dan merek baru terikat dengan kelompok konsumen yang ada di masyarakat dari dua hal, yaitu melalui pengalaman dan pengamatan terhadap penggunaan produk konsumen lainnya, dan mencari informasi dengan bertanya kepada konsumen lain yang tahu dan pernah menggunakan produk yang akan dibelinya (Suryani,2013). Word of mouth yang positif berdampak pada keputusan pembelian konsumen.

3.    Pengaruh Merchandise terhadap Keputusan Pembelian
Merchandise merupakan produk-produk yang dijual peritel atau pengecer dalam gerainya (Nursanti dan Herlina,2012). Merchandise yang akan dijual penting dipilih dengan benar karena merupakan mesin sukses bagi pengecer. Keragaman produk terdiri atas dua hal yaitu banyak variasi kategori produk yang dijual, dan banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori produk (Nursanti dan Herlina,2012). Peritel harus mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pasar dan tanggap mengadaptasikannya ke dalam bisnisnya, sehingga sesuai dengan gaya hidup. Bentuk dan konsep-konsep baru serta ide-ide kreatif mengenai bagaimana berbelanja dengan lebih nyaman dan menyenangkan dengan lokasi mudah dicapai dan memiliki poin yang menarik bagi konsumen yang patut dipertimbangkan. Bentuk desain yang unik akan membantu para pemilik untuk dapat secara kreatif menciptakan suasana toko yang menarik bagi para pengunjung. Sebuah pengelolaan yang mengintegrasikan desain interior, pilihan barang, dan konsep toko. Dengan desain interior toko yang tepat, diharapkan pengunjung dapat tertarik untuk menentukan pilihan toko (Nursanti dan Herlina,2012). Semakin lengkap merchandise, maka semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
2.1.6.          Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dibuat berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yaitu Nursanti dan Herlina (2012), Meliana, dkk (2013), Widowati dan Purwanto (2014), Autami dan  Suasana  (2015), Pangestu, dkk (2015), Rohmah dan Khuzaini (2015) serta Santoso (2016) yang diringkas dalam tabel berikut ini  :
Tabel 2.
Penelitian Terdahulu
No.
Nama, Tahun & Judul
Variabel dan Analisis
Hasil
1
Nursanti dan Herlina (2012)

“Analisis Pengaruh Suasana Toko, Variasi Merchandise,
Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan
Pembelian Aksesoris Gadget: Studi Kasus Gerai Wellcommshop Mal Citraland”
Bebas :
1.   Suasana Toko
2.   Variasi Merchandise
3.   Kualitas  Pelayanan

Terikat :
4.   Keputusan Pembelian

Regresi Berganda

Suasana Toko, Variasi Merchandise dan Kualitas  Pelayanan berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
2
Meliana, dkk (2013)

“Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Studi Kasus Pada Giant Hypermarket”
Bebas :
1.    Kualitas Pelayanan

Intervening :
2.    Kepercayaan

Terikat :
3.    Keputusan Pembelian

Analisis Jalur
1.   Kualitas Pelayanan berpengaruh terhadap Kepercayaan
2.   Kualitas Pelayanan dan Kepercayaan berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
3
Widowati dan Purwanto (2014)

 “Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian Dengan Visual Merchandising Sebagai Variabel Moderating
(Studi Pada Mini Market Alfamart Di Kota Semarang)”

Bebas :
1.    Kualitas Pelayanan
2.    Lokasi

Moderating :
3.    Visual Merchandising

Terikat :
4.    Keputusan Pembelian

Regresi Moderat
1.    Kualitas Pelayanan dan Lokasi berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
2.    Visual Merchandising berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
4
Autami dan   Suasana  (2015)

“Pengaruh Retail Mix Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Gerai Chatime”

Bebas  :
1.  Merchandise
2.  Harga
3.  Promosi
4.  Pelayanan
5.  Lokasi
6.  Atmosfer

Terikat :
7.  Keputusan Pembelian

Regresi Berganda
Merchandise, Harga, Promosi, Pelayanan, Lokasi dan Atmosfer berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
5
Pangestu, dkk (2015)

“Analisis Pengaruh Product Image, Word Of Mouth, Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Buah Lokal Di Surabaya”
Bebas :
1.    Product Image
2.    Word Of Mouth
3.    Kualitas Produk

Terikat :
4.    Keputusan Pembelian

SEM
Product Image, Word Of Mouth dan Kualitas Produk berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
6
Rohmah dan Khuzaini (2015)

“Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, Dan Layanan Terhadap Keputusan Pembelian Produk Perhiasan”

Bebas :
1. Citra Merek
2. Kualitas Produk
3. Layanan

Terikat :
4. Keputusan Pembelian

Regresi Berganda
Citra Merek, Kualitas Produk dan Layanan berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
7
Santoso (2016)

“Peran Kualitas Produk Dan Layanan, Harga
Dan Atmosfer Rumah Makan Cepat Saji Terhadap Keputusan Pembelian Dan Kepuasan Konsumen”

Bebas :
1.    Atmosfir Restoran
2.    Kualitas Pelayanan
3.    Kualitas Produk
4.    Harga

Intervening :
5.    Keputusan Pembelian

Terikat :
6.    Kepuasan Konsumen

SEM
1.    Kualitas Produk dan Harga berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
2.    Atmosfer dan Kualitas Pelayanan tidak berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
3.    Keputusan Pembelian berpengaruh terhadap Kepuasan Konsumen

 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Rumusan Hipotesis
2.1.7.          Kerangka Pemikiran Teoritis
Pada suatu proses pembelian, biasanya seseorang mempertimbangkan lebih dahulu tentang produk apa yang akan dibelinya, apa manfaatnya, apa kelebihannya dari produk merek lain, sehingga konsumen mempunyai keyakinan untuk mengambil keputusan pembelian. Keputusan pembelian merupakan seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih konsumen pada pembelian.  Jika konsumen mempunyai pilihan antara melakukan pembelian dan tidak melakukan pembelian atau pilihan menggunakan waktu, maka konsumen tersebut berada dalam posisi untuk mengambil keputusan. Sebaliknya,  jika konsumen tidak mempunyai alternatif untuk memilih dan benar-benar terpaksa melakukan pembelian tertentu atau mengambil tindakan tertentu, maka keadaan satu-satunya tanpa pilihan lain ini bukanlah suatu keputusan Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang, namun dalam penelitian, diukur melalui faktor kualitas pelayanan, word of mouth dan merchandise.
Kualitas pelayanan merupakan besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan pelanggan dengan tingkat persepsi mereka. Kualitas pelayanan sangat tergantung dari kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan, hal ini memberikan gambaran bahwa kualitas pelayanan meliputi pegawai cepat dan tanggap dalam melayani, keramahan dan kesopanan karyawan, wawasan dan kemampuan karyawan, kecepatan proses transaksi dan fasilitas fisik yang disediakan. Semakin berkualitas pelayanan, maka semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
Komunikasi dari mulut ke mulut atau word of mouth (WOM) timbul ketika konsumen atas suatu produk atau sangat kecewa atas produk yang dibelinya. Ketika konsumen puas, maka akan menceritakan kepada konsumen lain tentang produk tersebut. Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh konsumen karena yang menyampaikannya adalah konsumen yang dapat dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media masa.  Konsumen yang puas akan melakukan word of mouth meliputi menceritakan kepada orang lain, mempromosikan produk kepada orang lain dan memberikan informasi yang positif kepada orang lain. Dengan komunikasi word of mouth yang baik oleh orang lain, maka semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian.
Merchandise atau pengelolaan barang dagangan merupakan proses penanganan kreatif dalam upaya mempresentasikan atau menampilkan produk (barang dagangan) dengan tujuan memaksimalkan daya tarik penjualan ritel. Merchandise yang akan dijual penting dipilih dengan benar karena merupakan mesin sukses bagi pengecer. Keragaman produk terdiri atas dua hal yaitu banyak variasi kategori produk yang dijual, dan banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori produk. Dengan merchandise yang baik seperti ketersediaan  barang, keragaman barang  dan keragaman merek dagang, maka akan memberikan rasa nyaman dan menyenangkan bagi konsumen. Semakin baik merchandise, maka dapat mempnengaruhi keputusan pembelian
 Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat digambarkan sebuah kerangka pemikiran teoritis seperti pada gambar 1. :
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran Teoritis










2.1.8.          Rumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun/ mengarahkan penyelidikan selanjutnya (Sugiyono,2012). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1    :     Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap keputusan pembelian
H2    :     Word of mouth berpengaruh terhadap keputusan pembelian
H3    :     Merchandise berpengaruh terhadap keputusan pembelian

3.      METODE PENELITIAN

3.1.Populasi dan Sampel
Populasi merupakan wilayah  generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2012). Populasi penelitian ini adalah konsumen Mall Aneka Jaya, Jl. Sultan Fatah, Kabupaten Demak pada bulan Januari 2017 yang berjumlah 4.325 pengunjung.
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2012). Sampel penelitian ini adalah sebagian konsumen Mall Aneka Jaya, Jl. Sultan Fatah, Kabupaten Demak.
Karena jumlah populasi diketahui maka jumlah sampel dicari dengan rumus Slovin (Siregar,2013 dan Umar,2013) :        
                                                                                               
Keterangan :
n     =    Jumlah Sampel
N    =    Jumlah Populasi (4.325)
e      =    Batas kesalahan maksimal yang ditolerir dalam sampel     (10%)
       maka,
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh sampel sebanyak 97,74 sehingga dibulatkan menjadi 100 pengunjung.
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah non random dengan cara accidental sampling. Accidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono,2012). Pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Konsumen Mall Aneka Jaya, Kabupaten Demak.
2.    Konsumen yang melakukan pembelian produk atau jasa di Mall Aneka Jaya
3.    Konsumen berumur minimal 17 tahun

3.2.Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1.      Kualitas Pelayanan   (X1)
Kualitas pelayanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang diterima/diperoleh (Ratnasari dan Aksa,2011).
2.      Word Of Mouth  (X2)
Word of mouth (WOM) adalah  komunikasi dari mulut ke mulut oleh orang lain mengenai suatu produk (Suryani,2013)
3.      Merchandise  (X3)
Merchandise adalah produk-produk yang dijual peritel atau pengecer dalam gerainya (Nursanti dan Herlina,2012).
4.      Keputusan Pembelian           (Y1)
Keputusan pembelian adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih konsumen pada pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2008).
Adapun ringkasan dari operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.
Operasionalisasi Variabel
No.
Variabel
Definisi Konsep
Indikator/
Definisi Operasional
Sumber
1
Kualitas Pelayanan (X1)
Kualitas pelayanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang diterima/diperoleh (Ratnasari dan Aksa,2011).
a.    Cepat dan tanggap dalam melayani
b.    Keramahan dan kesopanan karyawan
c.    Wawasan dan kemampuan karyawan
d.    Kecepatan proses transaksi
e.    Fasilitas fisik
(Rohmah dan Khuzaini,2015)
2
Word Of Mouth (X2)
Word of mouth (WOM) adalah  komunikasi dari mulut ke mulut oleh orang lain mengenai suatu produk (Suryani,2013)
a.      Menceritakan kepada orang lain
b.      Mempromosikan produk kepada orang lain
c.       Memberikan informasi yang positif kepada orang lain
(Pangestu, dkk, 2015)
3
Merchandise (X3)
Merchandise adalah produk-produk yang dijual peritel atau pengecer dalam gerainya (Nursanti dan Herlina,2012).
a.     Ketersediaan  barang
b.     Keragaman barang
c.     Keragaman merek dagang
(Autami dan Suasana,2015)
4
Keputusan Pembelian (Y)
Keputusan pembelian adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih konsumen pada pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2008).
a.     Prioritas membeli
b.     Daya tarik toko
c.     Pemilihan pada toko
(Autami dan Suasana,2015)


3.3.Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono,2012).  Sumber data primer dalam penelitian ini adalah tanggapan responden terhadap kuesioner tentang kualitas pelayanan, word of mouth, merchandise dan keputusan pembelian.

3.4.Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono,2012). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioer yaitu pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada konsumen Mall Aneka Jaya, Kabupaten Demak.
Data kuesioner ditentukan dengan menggunakan Skala Likert yaitu skala untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,2012). Sedangkan Skala Likert dalam penelitian dengan penilaian sebagai berikut :
a.       Untuk   jawaban   “STS”                                                      sangat tidak setuju diberi nilai              =    1
b.      Untuk   jawaban   “TS”     tidak setuju diberi nilai               =      2   
c.       Untuk   jawaban   “N”      netral diberi nilai                         =      3
d.      Untuk   jawaban   “S”       setuju diberi nilai                         =      4   
e.       Untuk   jawaban   “SS”     sangat setuju diberi nilai             =      5
3.5.Pengujian Instrumen
3.5.1.      Validitas
Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali,2009). Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi, validitas adalah mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah dibuat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas dapat diketahui dengan melihat r hitung, apabila r hitung sig. ≤ 0,05 = valid dan r hitung sig. > 0,05 = tidak valid (Ghozali,2009).

3.5.2.      Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk (Ghozali,2009). Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Jawaban responden terhadap pertanyaan ini dikatakan reliabel jika masing-masing pertanyaan dijawab secara konsisten atau jawaban tidak boleh acak oleh karena masing-masing pertanyaan hendak mengukur hal yang sama. Jika jawaban terhadap indikator ini acak, maka dapat dikatakan bahwa tidak reliabel (Ghozali,2009).
Pengukuran realibilitas dapat dilakukan dengan One Shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Alat untuk mengukur reliabilitas adalah Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel, apabila (Ghozali,2009) : Hasil  α   >  0,60  =  reliabel dan Hasil  α  <  0,60  =  tidak reliabel.

3.6.Deskripsi dan Analisis Hasil Penelitian
3.6.1.      Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (Ghozali,2009). Analisis deskriptif dalam penelitian ini berupa tanggapan responden terhadap pertanyaan–pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dalam bentuk tabel dan prosentase.

3.6.2.      Analisis Hasil Penelitan
Analsis hasil penelitian dalam penelitian terdiri dari :
3.6.2.1.Analisis Regresi Berganda
Regresi berganda digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali,2009).
Rumus    (Ghozali,2009)
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan :
Y                           :    Keputusan Pembelian
bo                          :    Konstanta
b1, b2 dan b3             :    Koefisien Regresi   
X1                         :    Kualitas Pelayanan
X2                         :    Word Of Mouth
X3                         :    Merchandise
e                            :    error

3.6.2.2.Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang akan digunakan dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2009). Untuk mengetahui data yang digunakan dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-smirnov. Jika nilai Kolmogorov-smirnov lebih besar dari α = 0,05, maka data normal (Ghozali,2009).

3.6.2.3.Uji Asumsi Klasik
Uji ini dilakukan untuk memenuhi syarat agar persamaan yang diperoleh model linier regresi berganda dapat diterima. Uji asumsi klasik dilakukan dengan cara menguji heteroskedastisitas dan multikolinearitas.
1.      Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan  yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2009). Adanya heteroskedastisitas dalam regresi dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, salah satunya uji Glejser. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka indikasi terjadi heterokedastisitas (Ghozali,2009). Jika signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5 %, maka tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
2.      Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak  ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol (0). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009) :
a.   Mempunyai angka Tolerance diatas (>) 0,1
b.  Mempunyai nilai VIF di di bawah (<) 10.

3.6.2.4.Goodness Of Fit
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of  fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali,2009).
Untuk mengetahui fungsi regresi tersebut telah memenuhi unsur goodness of  fit, maka dapat dilihat dari koefisien determinasi dan Uji – F.
1.      Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model (Kualitas Pelayanan, Word Of Mouth dan Merchandise) dalam menerangkan variasi variabel dependen (Keputusan Pembelian). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen (bebas) dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,2009).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independent yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independent, maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2  (Adjusted R Square) pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,2009).

2.      Uji – F
Uji – F digunakan untuk menguji model regresi. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi 5% atau 0,05 (Ghozali, 2009).
a.       Merumuskan hipotesis (derajat kepercayaan 5%)
Ho   :   b1 = b2= b3= 0 artinya : Model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi  variabel independent
Ha   :   b1 = b2 = b3 ≠ 0 artinya : Model regresi dapat digunakan untuk memprediksi  variabel independent
b.      Dengan asumsi :
Ho   :     diterima bila sig. >   a = 0,05
Ha   :     diterima bila sig. <   a = 0,05

3.6.2.5.Uji – t
Uji – t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas (independen atau bebas) dalam menerangkan variasi variabel dependen/ terikat (Ghozali,2009).
a.       Merumuskan hipotesis (derajat kepercayaan 5%)
Ho     :   b      = 0 artinya :   Variabel independen secara parsial bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen atau variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen
Ha     :   b  ≠  0 artinya :      Variabel independen secara parsial merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen atau variabel independen mempengaruhi variabel dependen
b.      Dengan asumsi :
Ho   :   diterima bila sig. >   a = 0,05
Ha   :   diterima bila sig. <   a = 0,05
 DAFTAR  PUSTAKA



Autami, Ni Luh Made Manasaputri Sri dan I Gusti Agung Ketut Gede Suasana. 2015. “Pengaruh Retail Mix Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Gerai Chatime”. Jurnal Manajemen Unud. Vol. 4. No. 11. Hal. 3882 – 3908. Denpasar : Universitas Udayana. Bali. Indonesia.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Cetakan Keempat. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ginting, Nembah F. Hartimbul. 2012. Manajemen Pemasaran. Cetakan 2. Bandung : Yrama Widya.

Kotler, Philip dan Gary Amstrong, 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keduabelas. Jakarta : Erlangga.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. Alih Bahasa : Benyamin Molan. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketigabelas. Jilid 2. Cetakan Keempat. Jakarta : PT. Indeks.

Laksana, Fajar. 2008. Manajemen Pemasaran : Pendekatan Praktis. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Lovelock, Christopher H.  dan Lauren K. Wright. 2007. Manajemen Pemasaran Jasa. Cetakan II. Jakarta : Indeks.

Lovelock, Christopher H., Joachen Wirtz dan Jacky Mussry. 2010. Pemasaran Jasa : Manusia, Teknologi, Strategi. Perspektif Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Meliana, Sulistiono dan Budi Setiawan. 2013. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Studi Kasus Pada Giant Hypermarket”. Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan (JIMKES). Vol. 1. No. 3. Hal. 247-254. Bogor : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan.

Nursanti, Tinjung Desy dan Herlina. 2012. “Analisis Pengaruh Suasana Toko, Variasi Merchandise, Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pembelian Aksesoris Gadget: Studi Kasus Gerai Wellcommshop Mal Citraland”. Jurnal Binus Business Review. Vol. 3. No. 1. Hal. 356-373. Jakarta : BINUS University.

Pangestu, Michael Febriant, Ronald Suryaputra dan Go George Herbert. 2015. “Analisis Pengaruh Product Image, Word Of Mouth, Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Buah Lokal Di Surabaya”. Jurnal GEMA AKTUALITA. Vol. 4 No. 2. Desember 2015. Hal. 13 – 19. Surabaya : Business School UPH Surabaya.

Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. 2014. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran”. Buku 2. Edisi 9. Jakarta :  Salemba Empat.

Ratnasari, Ririn Tri dan Mastuti Aksa. 2011. Manajemen Pemasaran Jasa. Bogor : Ghalia Indonesia.

Rohmah, Siti dan Khuzaini. 2015. “Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk, Dan Layanan Terhadap Keputusan Pembelian Produk Perhiasan”. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen. Volume 4. Nomor 5. Hal. 1-15. Surabaya : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA).

Santoso, Imam. 2016. “Peran Kualitas Produk Dan Layanan, Harga Dan Atmosfer Rumah Makan Cepat Saji Terhadap Keputusan Pembelian Dan Kepuasan Konsumen”. Jurnal Manajemen Teknologi. Vol. 15. No. 1. Hal. 94-109. Malang : Universitas Brawijaya.

Schiffman, Leon dan Leslie Lazar Kanuk. 2008. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh. Cetakan Keempat. Jakarta : PT. Indeks.

Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif : Dilengkapi Perhitungan Manual & SPSS. Edisi Pertama. Cetakan ke 1. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Keenambelas. Bandung : CV. Alfabeta.

Suryani, Tatik. 2013. Perilaku Konsumen di Era Internet. Implikasinya pada Strategi Pemasaran. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Andi Offset.

Umar, Husein. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Kedua. Cetakan Keduabelas. Jakarta :  PT. Raja Grafindo Persada.

Widowati, Maduretno dan Agus Budi Purwanto. 2014. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian Dengan Visual Merchandising Sebagai Variabel Moderating (Studi Pada Mini Market Alfamart Di Kota Semarang)”. Jurnal Fokus Ekonomi. Vol. 9. No. 1. Hal. 65-80. Semarang : STIE Pelita Nusantara.


No comments:
Write komentar