Kumpulan 10 Cerita Fabel Beserta Dengan Pesan Moralnya

 

Kancil dan Buaya

Hari ini begitu cerah. Tetapi, musim kemarau membuat hutan menjadi kering sehingga banyak penghuni hutan yang meninggalkan hutan. Sementara Kancil masih bertahan di hutan.
"Ke mana lagi aku harus mencari makanan?" keluh Kancil. Sementara matahari terasa semakin terik.
Kancil ingat sesuatu. Ia akan pergi ke seberang sungai. Disana ada banyak makanan. Tetapi selama ini memang tak ada yang berani ke sana, sebab untuk pergi ke sana, siapa pun harus menyeberang sungai yang banyak buayanya. Kancil tak peduli. Ia bergegas pergi ke sungai. Tak butuh waktu lama, sampailah ia di sungai.
"Hai Kancil, baguslah kau datang kemari! Aku sedang sangat lapar," kata salah satu Buaya.
"Wah, kau rupanya. Aku datang ke sini untuk menyampaikan pesan dari raja hutan, jadi janganlah kau makan aku dulu," jawab kancil.
"Ayo cepat sampaikan pesanmu itu. Aku sudah sangat lapar," ujar buaya.
"Baiklah. Raja hutan memintaku untuk menghitung jumlah buaya yang ada di sini. Raja hutan hendak memberikan hadiah untuk kalian," terang kancil. "Jadi sekarang, panggillah semua temanmu," lanjutnya.
Buaya sangat senang mendengar pesan dari kancil. Lantas ia pun langsung memanggil semua temannya. Mereka banyak sekali, berjejer-jejer di permukaan sungai.
"Nah, sekarang aku akan menghitung jumlah kalian,"seru si kancil. Kemudian ia langsung melompati buaya-buaya itu satu per satu, seraya menghitungnya. Akhirnya ia pun bisa menyeberang sungai tersebut dengan cara melompati para buaya.
“Terima kasih buaya, kau telah membantuku menyebranq. Akan aku sampaikan cerita tentang kebaikan kalian kepada raja hutan," ucap Kancil.
Para buaya Baru sadar bahwa kancil telah membohongi mereka. Mereka pun marah.Tetapi, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Kancil sudah berlari ke dalam hutan yang penuh dengan makanan.
Pesan moral dari Cerita Dongeng Kancil Dan Buaya adalah Jika kita punya masalah, selesaikanlah dengan cara yang cerdik. Tetapi jangan seperti Kancil yang suka berbohong, ya.




Harimau, Monyet dan Rusa
Harimau sangat senang, hari ini ia berhasil menangkap seekor monyet. Harimau berniat langsung melahap monyet itu. Si monyet pun terlihat ketakutan.
“Jika kau memakanku, kasihan anak-anakku, harimau. Tidak ada yang mengurus mereka lagi," isak monyet, mengiba. Tapi, harimau tak memedulikan hal itu. Dia sudah sangat lapar. Monyet terus saja mencari ide agar harimau tak memakannya.
"Jangan kau makan aku, harimau. Aku kurus dan dagingku sedikit. Lebih baik kau kutunjukkan binatang yang gemuk dan banyak dagingnya," ucap monyet. Mata harimau langsung berbinar. Ia rnembayangkan binatang yang bertubuh besar dan banyak dagingnya. Pastilah itu akan mernbuatnya kenyang, begitu pikir harimau.
“Baiklah, sekarang kau tunjukkan di mana binatang itu berada. Aku sudah sangat lapar," dengus harimau.
"Binatang itu ada di seberang sungai. Kita harus melewati sungai untuk ke sana," ujar monyet. Kemudian mereka berdua pergi ke sungai itu. Sesampainya di sana, harimau kebingungan karena tidak ada jembatan yang bisa digunakan untuk melewati sungai. Namun, kebingungannya sirna ketika ia melihat sebuah batang pohon besar yang tumbang. Batang pohon itu bisa digunakan untuk melewati sungai.
Monyet segera menyeberangi sungai rnelalui batang pohon itu. Harimau berjalan di belakangnya. Rupanya di ujung sungai sudah berdiri seekor rusa jantan yang bertubuh besar. Tak disangka-sangka, begitu melihat si monyet dan si harimau, si rusa jantan langsung membentak si monyet.
"Hai monyet, kenapa kau hanya membawa satu harimau?! Kau kan janji akan membawakan aku seratus kulit harimau!" bentak rusa jantan.
Mendengar hal itu, harimau jadi gentar. Ia langsung berbalik arah dan berlari. Karena ketakutan dan terburu-buru, harimau terpeleset dan jatuh ke sungai. Begitu berhasil naik ke daratan, ia langsung lari terbirit-birit.
Sementara itu, monyet dan rusa yang pemberani selamat dari ancaman harimau. Monyet berterima kasih kepada rusa karena rusa telah membantunya. Kemudian mereka pulang ke rumah masing-masing dengan riang gembira.
Pesan moral dari Fabel Cerita Dongeng Cina : Harimau, Monyet, Dan Rusa dari adalah Apa pun masalahnya, kita harus berani menghadapinya. Gunakanlah akal dan pikiran kita untuk mengatasi masalah apa pun yang menghadang,



Sang Gajah dan Monyet

Didalam sebuah hutan, tinggal seekor gajah yang tinggi dan kuat, sang gajah merasa sangat kagum dengan ketinggian serta kekuatan badannya.
Pada suatu hari, sang gajah bertemu dengan monyet, dengan bangga gajah berkata “sang monyet. Lihatlah badanku, sangat tinggi dan kuat” sang monyet pun tidak mau kalah dan monyet pun memamerkan keahliannya. Sang monyet berkata “sang gajah bisakah kamu memanjat pohon dan bermain dengan lompat kesana kemari bergelantungan di ranting pohon sepertiku?”. Gajah dan monyet pun terus saja menunjukkan kekuatan meraka masing-masing, dan bertengkar mempeributkannya. Sementara itu, ada seekor burung yang hinggap di atas pohon melihat kedua hewan tersebut sedang bertengkar “mengapa kalian berdua bertengkar?" Tanya burung itu. Sang monyet dan sang gajah meminta sang burung menjadi hakim untuk membandingkan kekuatan dan keahlian mereka berdua, sang burung menyetujui permintaan sang gajah dan sang monyet, sang burung pun mencari ide untuk memberi tantangan kepada gajah dan monyet “siapa yang bisa membawa buah apel yang ada diseberang sungai itu terlebih dahulu ? maka dialah yang akan menjadi pemenang” tantang sang burung,

Setelah mendengar tugas dari sang burung, sang gajah dan si monyet pun segera beranjak dan pergi ke tepi sungai, namun ternyata si monyet takut dengan derasnya air, “aku takut air” kata si monyet, namun sang gajah yang berbadan tinggi dan kuat tentu tidak takut dengan air, dia pun menjemput monyet lalu mempersilahkan si monyet untuk duduk diatas tubuhnya, lalu  bersama-sama menyebrangi sungai tersebut, tak lama kemudian pohon apel itu sudah terlihat, pohon apel itu terlihat sangat berbuah lebat, sang gajah mencoba mengambil buah apel tersebut dari pohonnya dengan menggunakan belalainya, tetapi ternyata belalainya tersebut tak cukup panjang untuk bisa mengambil buah apel tersebut. sedangkan sang monyet yang pandai memanjat pohon pun mengambil kesempatan dengan menunjukkan kehebatanya, sang monyet memanjat pohon tersebut lalu memetik buah apel tersebut dengan gembiranya.

Lalu sang gajah menolong si monyet untuk membawa buah apel itu dan mereka pun kembali bersama-sama untuk menunjukkan pada si burung, sang monyet menceritakan pada burung karena ia bisa mengambil buah apel tersebut dari pohonnya, sedang si gajah tidak bisa mengambilnya "aku hebat!! lihat, inilah buah apel yang kudapat" kata monyet sambil menyombongkan diri, tapi si burung mengingatkan si monyet bahwa sang gajahlah yang menolongnya menyebrangi sungai saat ia takut dengan air. "sebenarnya kalian berdua, mempunyai kekuatan masing-masing sepatutnya kalian berdua saling tolong menolong dan bekerja sama", nasehat si burung, sang monyet dan sang gajah pun menyadari bahwa sikap mereka yang suka memamerkan kekuatan dan kehebatannya itu tidak baik, lalu monyet dan si gajahpun akhirnya saling meminta maaf, sejak hari itu, mereka berteman baik, dan saling membantu satu sama lain.



Pesan moral "sesama makhluk tuhan, seharusnya kita jangan bersikap sombong, dan kita perlu saling tolong menolong antara satu sama lain". 





Semut dan Merpati
Pada suatu hari, ketika musim panas, segerombolan semut-semut sedang berjalan beriringan sambil membawa makanan diatas kepala mereka. Semut-semut itu terlihat begitu kompak dan sangat bersahabat satu dengan yang lain.
Pemimpin mereka adalah seekor semut gagah yang berjalan paling depan yang dengan cekatan selalu memberi aba-aba saat harus berbelok ataupun melangkah, agar makanan yang dibawa mereka, tidak jatuh ke tanah.
“Satu!!..dua!!..kiri!!..kiri..!!” Sang pimpinan memberi komando…”Awas!! di depan ada tanjakan!!” katanya lagi sebagai peringatan. Semut-semut yang lain cepat-cepat bersiap-siap agar makanannya tidak terjatuh dan mulai menanjak. “dibawah ada sungai, kita harus belok kekiri!” kata sang pemimpin lagi, rombongan semut di belakang mengikuti terus petunjuk dari pimpinan mereka hingga akhirnya mereka tiba di sarangnya.
Setelah meletakan hasil bawaan mereka, semut-semut itu berpisah untuk mengerjakan tugas-tugas mereka yang lain.
Adalah seekor semut yang masih muda belia. Rasa ingin taunya tentang dunia di luar sarangnya, begitu besar sehingga dia memberanikan diri untuk meminta iijin kepada sang pemimpin agar dapat diijinkan keluar dari sarang untuk memulai petualangannya.
“ehmm..maaf pak pemimpin” kata semut muda itu terbata-bata. “Apa boleh aku pergi keluar untuk melihat-lihat? Aku berjanji kalau aku tidak akan pergi lama” katanya lagi. Sang pemimpin semut itupun menatap dengan penuh rasa sayang kepada semut muda itu
“Anakku, jika engkau ingin pergi berjalan-jalan, aku tidak akan melarangmu. Tetapi berhati-hatilah karena dunia di luar sarang ini sangat luas dan kejam” katanya dengan bijaksana. Alangkah senangnya hati semut muda itu.
Setelah menyiapkan bekal untuk perjalanannya, berpamitanlah semut muda kepada sang pemimpin “Pak pemimpin, aku akan pergi sekarang,” katanya dengan penuh semangat.
“Berhati-hatilah di jalan, dan segeralah pulang,” kata sang pemimpin sambil menepuk-nepuk bahu semut muda itu. Maka berangkatlah semut muda itu dengan penuh semangat dan sukacita.
Kebetulan tak jauh dari sarang semut itu, terdapat sungai dengan air yang jernih. Karena rasa ingin tahunya, semutpun berjalan menelusuri jalan yang lembab, beberapa kali ia harus memanjat beberapa dahan pohon dan rerumputan.
Semut muda berjalan tanpa mengenal lelah hingga akhirnya dia merasa sangat haus. Semut muda segera mencari air untuk diminumnya. Di kejauhan, dilihatnya mata air yang sangat jernih, lalu semut muda ini pun segera berjalan menuju mata air yang sejuk itu.
Setelah dekat dengan mata air, semut muda sempat kebingungan, karena ternyata setelah dekat, letak mata air itu lebih tinggi dari tanah yang dipijaknya. Tetapi semut muda tidak kehilangan akal. Dia naik perlahan-lahan keatas sebuah batang rumput yang daunnya menjulur ke arah mata air itu.
Saat dia hampir saja mencapai puncaknya, tiba-tiba semut muda terpeleset dan jatuh kedalam mata air. Semut muda berusaha untuk menyelamatkan diri, tetapi dia kesulitan karena dia tidak bisa berenang.
Saat semut muda sedang bertarung antara hidup dan mati untuk menyelamatkan dirinya, seekor burung merpati yang sejak tadi asyik memperhatikan tingkah semut muda itu, tergerak oleh belas kasihan, lalu segera mematuk daun di pohon yang sedang dihinggapinya hingga jatuh ke dekat semut muda yang hampir tenggelam.
Semut muda segera menggapai daun itu dan dengan bersusah payah dia berusaha untuk naik keatas daun. Ketika sampai di atas daun, semut muda menatap burung merpati dengan penuh rasa terima kasih. Burung merpati pun terbang kearah daun itu dan mendorong dengan paruhnya agar daun tersebut menepi kepinggir mata air.
“Hai burung merpati, terima kasih atas pertolonganmu hari ini. Jika bukan karena engkau, aku sudah mati tenggelam tadi,” kata semut muda itu sambil berusaha untuk turun dari daun itu menuju ke tanah. Burung merpati menjawab
“sama-sama semut. Apa yang sedang kau lakukan di tempat ini?” tanya merpati.
“Aku sedang berjalan-jalan untuk melihat dunia di luar sarangku, lalu aku kehausan. Saat aku sedang memanjat rumput itu, aku terjatuh,” kata semut muda.
“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya merpati lagi.
“Aku akan kembali ke sarangku, karena ibu bapakku pasti sedang mencemaskan diriku,” jawab semut muda lagi.
Sementara semut muda dan merpati sedang bercakap-cakap, mereka tidak menyadari bahwa ada bahaya yang sedang mengintai. Seorang pemburu sedang mengarahkan senjatanya kearah burung merpati dan siap menembaknya. Saat burung merpati menyadari keadaan itu, dia pun segera terbang ke atas meninggalkan semut muda sendiri.
Melihat kejadian ini, semut muda segera berlari kearah si pemburu dan dengan sigap dia memanjat sepatu si pemburu dan masuk kedalam sepatu itu. Segera digigitlah kaki si pemburu. Pemburu menjerit karena kesakitan lalu segera melemparkan senjatanya ke bawah untuk cepat-cepat melepaskan sepatunya. Semut muda keluar dari sepatu sang pemburu lalu pergi meninggalkan tempat itu.
“Terima kasih semut, kau sudah menyelamatkan nyawaku hari ini,” kata burung merpati.
“Sama-sama burung merpati. Tadipun engkau sudah menyelamatkan nyawaku,” kata semut muda. Akhirnya merekapun berpisah.
***
Pesan moral dari cerita diatas: Persahabatan tidak mengenal perbedaan, bahwa siapa menabur kebaikkan, maka kebaikkan pulalah yang akan dituainya.




Semut dan Belalang
Di tengah hutan, hiduplah seekor semut yang sangat rajin. Setiap hari semut kecil ini selalu berusaha mengumpulkan makanan dan menyimpannya di dalam lumbung. Teriknya matahari dan derasnya air hujan, tidak menyurutkan semangat sang semut untuk mengumpulkan makanan.
Dengan bersusah payah, sang semut bekerja keras untuk membawa makanan demi makanan yang berhasil dikumpulkannya untuk disimpan di dalam lumbung rumahnya.

Pada suatu hari, ketika sang semut sedang berusaha membawa makanannya untuk di simpan di lumbung, sang semut bertemu dengan seekor belalang yang sedang asyik berjemur sambil bermalas-malasan.
“Hai mut.. apa yang sedang kamu lakukan?” tanya belalang.
“Aku sedang mengumpulkan makanan untuk kusimpan di lumbung” sahut sang semut. Belalang tertawa
“untuk apa bersusah payah  mengumpulkan makanan, bukankah di hutan banyak sekali makanan yang bisa kita santap?”

“Itu memang betul lang, tetapi aku menyimpan makananku untuk persiapan musim dingin nanti” kata sang semut sambil berusaha mendorong makanan hasil temuannya ke lumbung. Belalang kembali tertawa sambil mengejek sang semut
“Musim dingin masih lama, buat apa bersusah-susah sekarang? Toh masih banyak waktu untuk itu. Lebih baik kita bersenang-senang dulu”katanya sambil menyantap daun hijau yang ada di dekatnya.

Sang semut tidak memperdulikan belalang yang sedang bermalas-malasan itu, dia tetap saja sibuk untuk mengumpulkan makanan demi makanan yang bisa dijumpainya.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sang semut kembali bersiap-siap untuk mencari makanan lagi. Ketika dia membuka pintu rumahnya untuk pergi, dilihatnya belalang sedang asyik duduk sambil bermain gitar dan bermalas-malasan.

Sang semut hanya menggelengkan kepala dan segera berlalu. Belalang yang melihat semut sudah mulai sibuk kembali mencari makan, hanya tertawa dan mengejek,

“Buat apa susah..buat apa susah..susah itu tak ada gunanya,” senandung sang belalang mengiringi langkah semut yang hendak pergi.
Demikianlah sepanjang hari sang semut sibuk mengumpulkan makanannya di lumbung sementara sang belalang asyik-asyikan bermain gitar, berjemur dan bermalas-malasan.

Setelah bekerja hampir sepanjang tahun, lumbung tempat persediaan sang semut hampir penuh, tetapi hal ini tidak membuat sang semut yang rajin itu menjadi malas. Dia masih tetap berusaha untuk mencari makanan untuk disimpan di lumbungnya.

“Selagi masih ada kesempatan, aku harus terus berusaha untuk mengumpulkan makanan, sebab tidak ada yang tau berapa lama musim dingin akan berlangsung,” kata sang semut dalam hati.

Sementara itu sang belalang, masih tetap saja bermalas-malasan dan bersenang-senang sepanjang hari.

Musim gugur pun segera tiba. Pohon-pohon yang tadinya hijau, perlahan-lahan berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Rumput-rumput pun mulai mengering. Udara menjadi semakin dingin.

Sang semut yang rajin tak putus harapan. Dia masih tetap berusaha untuk mencari makanan walaupun tempat persediaannya sudah penuh. Sedangkan sang belalang yang malas itu mulai sibuk mengumpulkan makanan untuk persediaan di musim dingin.

Akhirnya musim dingin pun tiba. Sang semut yang rajin itu duduk dengan nyaman didalam rumahnya yang hangat sambil menikmati makanannya yang berlimpah. Sedangkan sang belalang yang malas itu hanya menyimpan sedikit persediaan makanan. Sang belalang berpikir, “Musim dingin akan segera berakhir, jadi buat apa susah-susah mengumpulkan makanan di lumbung.”
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak terasa sudah sebulan berlalu dan musin dingin masih belum berakhir.
Persediaan makanan sang belalangpun habis… dia hanya bisa memandang rumah sang semut yang nyaman dan hangat dari balik jendelanya untuk kemudian berusaha mencari makan di tengah-tengah musim dingin, tetapi dia tidak berhasil.
Akhirnya dengan menahan malu, dia mengetuk pintu rumah sang semut… tok..tok..tok..tok.. sang belalang mulai mengetuk.
Sang semut pun membuka pintu dan berkata “ada apa lang?” katanya. “Tolong berikan aku sedikit dari persediaan makananmu itu, karena persediaanku sudah habis, dan aku sangat kelaparan,” kata belalang mengiba.
Sang semut tertawa “Enak saja kau lang… ketika aku bersusah payah mengumpulkan makananku, kau malah mengejekku. Dan sekarang kau minta makanan persediaanku?” kata semut sambil mengejek. “Pergilah, cari sendiri makananmu…,” kata sang semut melanjutkan.
Belalang pun pergi meninggalkan rumah sang semut untuk mencari makanannya, tetapi dia tidak berhasil menemukan apa-apa. Ketika sang belalang hampir mati kedinginan dan kelaparan, sang semut datang untuk menolongnya dan mengajak belalang untuk tinggal di rumahnya yang hangat dan nyaman serta berlimpah makanan.

***

Pesan moral dari cerita diatas: Jangan sia-siakan hidup dengan bermalas-malasan. Karena upah kemalasan adalah bencana.



Babi dan Domba
Di sebuah desa yang jauh dari keramaian kota. Letaknya di sebuah lembah yang hijau, dengan pepohonan yang rimbun. Disana tinggal beberapa keluarga saja, namun mereka memiliki usaha perternakan babi dan domba yang terkenal. Mereka memperkerjakan beberapa orang dari desa terdekat di sekitar lembah itu. Pekerja-pekerja ini, sehari-hari ditugaskan untuk mengembalakan domba dan memberikan makanan untuk babi.
Apabila domba telah memilki bulu yang cukup lebat, mereka akan mengambil bulunya dengan cara memangkas dengan gunting khusus. Kemudian bulu domba tersebut diperdagangkan ke pasar kota atau menunggu pembeli datang.
Begitupula dengan ternak babi. Apabila telah cukup besar dan memiliki berat yang cukup, akan diperdagangkan ke kota terdekat atau menunggu para langganannya datang membeli.

Jumlah domba dan babi yang dimiliki cukup banyak di kampung itu, sehingga hampir setiap bulan terlihat banyak pembeli dari kota yang datang ke desa tersebut.

Konon di zaman itu, binatang dapat berbicara satu dengan lainya dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh manusia.

Kebetulan saja, kandang domba dan babi tidak berjahuan. Sehingga mudah diamati oleh para pekerja atau pemiliknya. Tanpa disadari kondisi kandang yang berdekatan itu, membuat babi dan domba kadang berbicara.

Sehari-hari, kedua kandang itu ribut dengan suara domba dan babi. Tanpa disadari manusia yang tidak mengenal bahasa binatang pada saat itu, sebenarnya suara gaduh itu bertanda babi dan domba sedang mengejek satu dengan lainnya.

Pada saat hari penjualan babi tiba. Beberapa babi besar biasanya dikeluarkan dari kandang untuk ditimbang dan diserahkan kepada pembeli yang telah memilih sebelumnya.

Pada suatu ketika,  seekor babi muda yang sudah cukup besar dipilih untuk dijual. Pemilik ternak itu menyuruh beberapa pekerja untuk segera mengeluarkan babi tersebut dari kandangnya. Namun tidak disangka, para pekerja sulit untuk menangkapnya.

Berbeda dengan babi-babi dewasa pada umumnya. Babi muda itu berlari mengintari kandang agar supaya sulit ditangkap oleh para pekerja. Namun karena pekerja-pekerja tersebut telah berpengalaman, mereka berhasil menangkapnya  dan mengikat kedua pasang kakinya dengan tali agar mudah dikeluarkan dari kandang.

Terdengar babi muda itu berteriak sambil meronta-ronta. Mendengar teriakan babi muda yang ketakutan, terdengar teriakan dari kawanan domba dari kandangnya.
 “Penakut!” teriak mereka serentak.
Kemudian salah satu dari kawanan domba itu berkata, “Kenapa kamu harus berteriak dan menangis begitu gaduh, padahal teman-temanmu yang lain jarang melakukan hal yang sama. Mereka semua pasrah akan nasibnya, karena pada suatu saat semua ternak akan disembelih para pembeli.”
Mendengar ucapan dari domba dari kandang sebelah, seeokor babi dewasa kemudian membalasnya,
“Hai domba yang sok bijaksana! Engkau dapat berkata demikian dengan entengnya, karena engkau tidak mengalami hal yang sama. Apabila setiap pekerja datang menghampirimu, dan mengeluarkanmu dari kandang, mereka hanya mencukur bulu-bulumu, kemudian memasukan kembali engkau kedalam kandang.
Tetapi lihatlah kami, setiap kami diambil, tandanya sebentar lagi nyawa kami akan hilang. Disembelih oleh para pedagang kota. Hidup kami tidak lama seperti hidup yang kamu nikmati. Begitu tegakah engkau, melihat seorang anak babi di penghujung kematiannya, kemudian kalian semua metertawai dan mengejeknya?”
Seketika itu juga, terdengar kandang domba sunyi senyap. Mereka semua merenungkan apa yang dikatakan oleh babi dewasa tadi. Mereka kemudian menyadari, begitu beruntungnya mereka, dapat menikmati hidup lebih lama daripada seekor babi. Kemudian domba dewasa meminta maaf kepada babi dewasa tadi, atas perlakuan mereka yang tidak pantas.

Babi dewasapun dapat memahami keadaan itu, lalu melanjutkan kegiatanya berguling dalam sedikit lumpur didalam kandangnya. Sementara babi muda tadi, berhasil dibawa oleh pembeli meninggalkan desa.

***

Cerita ini memberikan suatu pelajaran berharga bagi kita. Ketika orang  lain mengalami masalah atau sedang kesusahaan,  mungkin kita tidak dapat membantu atau memberi lebih banyak, namun  bukan berarti kita diam. Berilah dukungan moral untuk menguatkan mereka.



Seekor Rubah dan Bangau
Pada suatu hari ketika seekor rubah sedang berjalan-jalan di hutan, dia berpikir “Udara yang cerah!! alangkah menyenangkannya jika aku pergi memancing,” katanya dalam hati. Segera disiapkannya alat-alat untuk memancing lalu segera ia pergi ke telaga yang letaknya ada di tengah-tengah hutan.
Ketika sampai di telaga, ia melihat seekor burung bangau yang anggun sedang berenang di sebuah telaga yang berair jernih.
“wahai bangau, apa yang sedang kau lakukan?” tanya rubah sambil mengeluarkan pancingnya.
Sang rubah sudah membayangkan bahwa ia akan mendapat ikan yang banyak untuk dimasak sebagai hidangan makan malamnya.
“Aku sedang berenang. Menikmati sejuknya air telaga yang membasahi bulu-buluku” jawab bangau sambil mengepak-ngepakan sayapnya yang lebar itu.

“Apa kau akan memancing, rubah?” tanya bangau ketika melihat alat pancing yang sedang disipakan rubah.

“Ya, aku akan memancing untuk hidangan makan malamku” jawab rubah sambil membuang kail yang telah diberi umpan itu ke telaga. Baru sebentar kali di lempar, tiba-tiba pancingnya bergetar, segera rubah menarik tali pancingnya dan melihat seekor ikan besar tergantung disana.

“Wahh.. asyikk.. Aku akan pesta besar nanti malam,” kata rubah dengan penuh sukacita.

“Apa kau mau makan malam di tempatku bangau?” tanya rubah sambil membereskan alat-alat pancingnya untuk segera pulang.

“Tentu saja,” jawab bangau dengan penuh semangat. Maka pulanglah rubah ke rumahnya untuk menyiapkan makan malam.

Tepat waktunya makan malam, datanglah bangau ke rumah rubah. “Tok..tok..tok!!”bangau mengetuk pintu.

“Silahkan masuk,” kata rubah sambil membukakan pintunya. Bangau pun masuk lalu mereka duduk di meja makan yang telah dihias dengan begitu indahnya. Bangau merasa sangat lapar. Aroma masakan begitu membangkitkan selera.

“Harum sekali! Pasti rasanya enak” kata bangau dalam hatinya.

Makanan pun dihidangkan. Rubah memasak sup ikan yang sangat harum dan meletakannya dalam mangkuk kecil. Melihat hal itu, bangau pun merasa sangat sedih karena dia tidak dapat menyantap sup tersebut. Paruhnya yang panjang tidak dapat digunakan untuk memakan sup di mangkuk yang kecil. Akhirnya bangau hanya dapat menatap sup tersebut sambil menahan rasa laparnya.
“Bangau, kenapa tidak kau makan supnya, apakah kau tidak menyukainya?” tanya rubah karena dilihatnya bangau hanya memandang sup tersebut.

“Paruhku yang panjang tidak dapat digunakan untuk memakan sup di mangkukmu yang kecil itu rubah” jawab bangau dengan sedih.

“Maafkan aku bangau, tetapi hanya mangkuk kecil ini yang kumiliki,” kata rubah
“tapi Kau tak perlu sedih, aku tau jalan keluarnya,” kata rubah lagi.
Rubah segera mengambil sebuah rantang lalu mengisi rantang itu dengan sup hingga penuh.
“Ini bawalah, kau bisa menikmati sup ini di rumahmu,” kata rubah sambil menyerahkan rantang itu kepada bangau. Bangaupun merasa senang.

”Terima kasih rubah, kau baik sekali,” kata bangau sambil berpamitan.

”Besok adalah giliranku untuk mengundangmu makan malam di rumahku” kata bangau saat mereka berpisah di pintu rumah rubah.

“Baiklah, aku pasti datang,” jawab rubah sambil melambaikan tangannya.
Demikianlah keesokan harinya, waktu makan malam tiba, rubah datang berkunjung ke rumah bangau.
“Tok..tok..tok..” rubah mengetuk pintu.

“Ahh.. rubah.. kau sudah datang. Mari masuk,” ajak sang bangau.

Ketika rubah masuk ke dalam rumah, terciumlah wangi harum dari masakan. “Perutku lapar sekali” kata rubah dalam hati. “Ayo kita segera makan” kata sang bangau sambil membawa rubah duduk di meja makan. Di atas meja sudah tersedia 2 buah kendi dengan leher panjang. 
Rubah berpikir sejenak lalu berkata, ” aku tidak dapat makan dari dalam kendi ini, karena leherku pendek, apakah kau mempunya mangkuk kecil?”
“Ahh..tentu saja,” jawab sang bangau.
“Rantang yang digunakan untuk membawa sup mu yang kemarin, dapat kau gunakan untuk alasnya.”

Akhirnya rubah dan bangau pun dapat menikmati makan malamnya dengan penuh sukacita.

****
Pesan moral dari cerita diatas: Jika kita menaburkan kebaikkan, maka kebaikkan pula yang akan kita tuai. Bahkan berlipat kali ganda kebaikkan yang akan kita peroleh.



Anjing
Suatu hari seekor anjing pergi mencari makanan ke sebuah danau, disana terkadang terdapat beberapa makanan terkadang pula tidak sama sekali ada makanan untuk sang anjing. Sang anjing menggunakan penciuman, mata dan telingannya untuk mencari makanan hingga ketika dia berjalan sang anjing mencium bau anyir lalu dia mengikuti arah bau itu dan sampailah dia tepat dimana bau itu berasal namun dia tidak menemukan ikan itu di tanah maupun dekat air danau. Ketika dia melihat ke atas ternyata seekor bangau bertengger di sebuah pohon, paruhnya yang besar sedang memegang ikan di paruhnya. Burung bangau itu bukanlah burung yang sering dilihat oleh sang anjing.

Sang anjing tersenyum bahagia karena dia telah menemukan makanan, meskipun makanan itu dipegang oleh seekor burung bangau yang besar “ah aku tidak perlu mencari ke tempat yang jauh karena aku sudah menemukan makanan yang aku cari dan makanan itu cukup untuk membuatku kenyang.” pikir sang anjing. Sang anjing kini melihat sang burung bangau yang bertengger di pohon itu dengan penuh rasa kagum lalu sang anjing berkata sambil berteriak dengan keras “hai burung yang indah dan cantik, kau kelihatan sangat indah ketika bertengger di dahan itu.” sang burung bangau menoleh ke arah sang anjing dengan memiringkan kepalanya dia memperhatikan sang anjing dengan sangat curiga, sang burung bangau tetap menutup paruhnya dan tidak membalas sahutan sang anjing.

“Lihatlah kakimu yang besar dan kuat itu” kata sang anjing “tubuhmu yang besar dan warna bulumu yang cerah seperti pelangi, sayapmu yang lebar itu sangat cantik dan paruhmu yang panjang itu sangat indah.” rayu sang anjing, “burung indah seperti dirimu pasti memiliki suara yang cukup bagus dan merdu, kau adalah burung sempurna ketika kau bernyanyi dengan indah dan aku akan memujimu selayaknya sang ratu burung yang indah.” Mendengar rayuan sang anjing yang begitu membuat senang sang burung bangau, sang burung bangau kini lupa akan rasa curiga dan ikan besar yang dipegang oleh mulutnya.

Sang burung bangau ingin sekali disebut-sebut sebagai sang ratu burung dan kini dia membuka mulutnya dan mengeluarkan suara-suaranya yang cukup keras. Tidak sadar sang burung telah menjatuhkan ikan besarnya ke dekat sang anjing.

Sang anjing berhasil mengelabui sang burung, ketika ikan itu jatuh ke tanah sang anjing menginjak itu sambil berkata “Kau memang burung besar dan cantik, kau memiliki suara meskipun tidak semerdu burung lain tapi dimanakah otakmu kau menjatuhkan ikan yang cukup besar ini, aku sangat berterima kasih.” Sang anjing menggigit dan pergi dari sang burung sambil tersenyum manis dan sang burung kini menyesali perbuatannya.

Pesan moral dari Contoh Cerita Hewan Fabel : Burung Bangau dan Seekor Anjing adalah kesombongan akan membuat kita lupa diri, sehingga merugikan kita dimasa yang akan datang. Hati-hati dalam menerima pujian karena bisa saja pujian justru akan menjatuhkan kita.



Kijang dan Seekor Kambing
Suatu hari seekor kijang keluar dari sebuah hutan untuk mencari makanan, kijang itu pergi ke sebuah peternakan kambing dimana disana terdapat berbagai macan makanan dan berharap dia bisa meminjamnya dari para kambing tapi dia berniat untuk tidak mengembalikan apa yang telah dia pinjam. Sang kijang harus menempuh jarak yang jauh untuk mencapai tempat peternakan kambing, setelah sampai disana dia melihat seekor kambing membawa sesuatu dipunggungnya sang kijang penasaran dengan benda yang ada dipunggung sang kambing kemudian dia mendekati sang kambing sambil memasang wajah sedih.

Ketika sang kijang menghampiri sang kambing dia bertanya kepada sang kambing mengenai benda yang dia bawa dipunggungnya dan sang kambing menjawab bahwa benda itu adalah sekantong gandum terbaik diladang petani dan gandum itu merupakan gandum pilihan.

Mendengar penjelasan sang kambing, sang kijang memohon kepada sang kambing untuk meninjamkannya karena dia tidak memiliki makanan lagi dan sulitnya mencari makanan di hutan. Sang kambing tidak percaya begitu saja dengan apa yang telah dikatakan sang kijang “Kenapa aku harus meminjamkan gandum ini kepadamu?” Tanya sang kambing dengan curiga “karena di hutan sulit sekali mencari makanan, lagi pula aku ini makhluk yang dapat dipercaya.” jawab sang kijang sambil meyakinkan sang kambing, sang kambing berpikir jika dia meminjamkan gandum ini kepada sang kijang apa sang kijang tidak akan kabur jika aku menagihnya karena larinya lebih cepat dariku, aku takut sang kijang hanya memperdayaiku “apa jaminan jika aku meminjamkan gandum ini kepadamu dan jika aku menagihnya kau tidak akan lari dariku?” Tanya sang kambing dengan tegas “yakinlah padaku wahai tuan kambing.” kata sang kijang “aku akan mengembalikan apa yang telah aku pinjam dan aku tidak akan lari jika kau menagih padaku.” kata sang kijang meyakinkan sang kambing.

Sang kambing tetap saja tidak mempercayainya “aku masih tidak percaya.” kata sang kambing “tuan kambing kata-kataku ini mampu kau pegang sang serigala bisa menjamin kejujuran ku.” kata sang kijang “Serigala katamu?” teriak sang kambing “aku mengenal sang serigala dengan sangat baik, dia memang mahkluk yang dapat dipercaya.” singgung sang kambing “bahkan saking jujurnya apapun yang dia mau dia ambil dan tidak pernah aku melihat apa yang dia ambil itu dikembalikan, dia seenaknya saja membawa sesuatu yang bukan miliknya tanpa merasa bersalah.” tegas sang kambing “tuan kijang, mungkin anda sama seperti tuan serigala, kau bisa saja lari ketika aku menagih hutangmu padaku.” jelas sang kambing. Sang kambing tidak mempercayai kata-kata yang keluar dari mulut seorang penjahat maka dari itu dia tidak meminjamkan gandumnya kepada sang kijang dan pergi meninggalkan sang kijang.

Pesan moral dari Contoh Cerita Hewan Fabel : Kijang dan Seekor Kambing adalah perbuatan buruk yang pernah dilakukan oleh seseorang akan diingat, sehingga orang lain akan sulit percaya dikemudian hari.



Kucing Kota Dan Kucing Desa
Suatu hari di saat matahari hampir tenggelam seekor kucing kota dengan bulu lebat dan menawan datang menjenguk saudaranya di sebuah desa, kucing desa amat senang dengan kedatangan sang kucing kota, sang kucing kota berbincang-bincang mengenai pengalamanya, dan sang kucing desa hanya mendengarkan cerita itu. Sang kucing desa menjamu sang kucing kota dengan makanan yang sederhana. Sang kucing kota mengunyah makanan-makanan hidangan itu dengan sangat sopan meskipun itu hanyalah sekedar basa-basi belaka. Sang kucing desa sangat tertarik mendengar cerita dari kucing kota itu sang kucing ingin sekali mencicipi bagaimana enaknya hidup di sebuah perkotaan yang penuh dengan makanan.

Hingga akhirnya mereka tidur berdua dengan tenang dan nyaman di atas rerumputan dan jerami kering di bawah sebuah pohon yang rindang hingga ayam berkokok menandakan pagi hari telah tiba. Ketika tidur semalam sang kucing desa bermimpi hidup di sebuah kota dengan segala kemewahaannya hingga dia mau ketika sang kota mengajaknya untuk pergi ke kota bersamanya dengan janji bahwa sang kucing kota akan memberikan kesenangan, kemewahan dari kehidupan kota. Lalu mereka berdua berangkat ke kota dengan penuh harapan.

Sampailah mereka di sebuah rumah yang cukup besar dan mewah ketika mereka masuk sang kucing desa kaget dengan makanan di atas meja, dia mencium aroma yang sangat enak dan lezat hingga semangat makannya kini meningkat. Tidak lama kemudian penghuni rumah datang dan melihat sang kucing desa telah berada di meja makan mengendus-ngendus makanan mereka.

Dengan penuh amarah penghuni rumah mengambil sapu lalu memukul sang kucing desa, sang kucing desa merasa ketakutan dengan kelakuan penghuni rumah dia berlari menjauh darinya, lalu sang kucing kota menjelaskan kepada kucing desa bahwa bukan begitu cara mendapatkan makanan disini. “Pertama biarkan para penghuni rumah makan dengan tenang, kemudian kau harus mendekatinya sambil meminta-minta dan mengesek-gesekan tubuhmu ke penghuni rumah itu maka cara itu akan berhasil kau pasti mendapatkan makanan dari penghuni rumah.” jelas sang kucing kota, sang kucing desa mencoba apa yang dikatakan sang kucing kota, memang benar dia mendapatkan makanan dari penghuni rumah namun makanan itu adalah makanan sisa seperti tulang belulang.

Sang kucing desa kecewa dengan keadaannya di kota dia berbicara kepada sang kucing kota “aku memang memiliki kemewahan disini tapi apa mewahnya jika aku hanya mendapatkan sisa makanan, dan hidupku tidak tenang ketika aku akan mencicipi makanan di meja itu sebilah kayu menghantam tubuhku.” lalu sang kucing keluar dan meninggalkan kota tersebut, kini dia kembali ke desa dengan makanan yang sederhana namun penuh dengan kedamaian dan ketenangan.

Pesan moral dari Contoh Cerita Hewan Fabel : Kucing Kota Dan Kucing Desa adalah bersyukurlah atas apa yang kita miliki saat ini.



Rusa dan Kura-Kura
Hiduplah seekor rusa pada zaman dahulu. Ia sangat sombong lagi pemarah. Sering ia meremehkan kemampuan hewan lain.
Pada suatu hari si rusa berjalan-jalan di pinggir danau. Ia bertemu dengan kura-kura yang terlihat hanya mondar-mandir saja. “Kura-kura, apa yang sedang engkau lakukan di sini?”

“Aku sedang mencari sumber penghidupan,” jawab si kura-kura.

Si rusa tiba-tiba marah mendengar jawaban si kura-kura. “Jangan berlagak engkau, hei kura- kura! Engkau hanya mondar-mandir saja namun berlagak tengah mencari sumber penghidupan!”
Si kura-kura berusaha menjelaskan, namun si rusa tetap marah. Bahkan, si rusa mengancam akan menginjak tubuh si kura-kura. Si kura-kura yang jengkel akhirnya menantang untuk mengadu kekuatan betis kaki.
Si rusa sangat marah mendengar tantangan si kura-kura untuk mengadu betis. Ia pun meminta agar si kura-kura menendang betisnya terlebih dahulu. “Tendanglah sekeras-kerasnya, semampu yang engkau bisa lakukan!”
Si kura-kura tidak bersedia melakukannya. Katanya, “Jika aku menendang betismu, engkau akan jatuh dan tidak bisa membalas menendangku.”

Si rusa kian marah mendengar ucapan si kura- kura. Ia pun bersiap-siap untuk menendang. Ia berancang-ancang. Ketika dirasanya tepat, ia pun menendang dengan kaki depannya sekuat-kuatnya.

Ketika si rusa mengayunkan kakinya, si kura-kura segera memasukkan kaki-kakinya ke dalam tempurungnya. Tendangan rusa hanya mengenai tempat kosong. Si rusa sangat marah mendapati tendangannya tidak mengena. Ia lantas menginjak tempurung si kura-kura dengan kuat. Akibatnya tubuh si kura-kura terbenam ke dalam tanah. Si Rusa menyangka si kura-kura telah mati. Ia pun meninggalkan si kura-kura.

Si kura-kura berusaha keras keluar dari tanah. Setelah seminggu berusaha, si kura-kura akhirnya berhasil keluar dari tanah. Ia lalu mencari si rusa. Ditemukannya si rusa setelah beberapa hari mencari. “Bersiaplah Rusa, kini giliranku untuk menendang.”

Si rusa hanya memandang remeh kemampuan si kura-kura. “Kerahkan segenap kemampuanmu untuk menendang betisku. Ayo, jangan ragu-ragu!”

Si kura-kura bersiaga dan mengambil ancang-ancang di tempat tinggi. Ia lalu menggelindingkan tubuhnya. Ketika hampir tiba di dekat tubuh si rusa, ia pun menaikkan tubuhnya hingga tubuhnya melayang. Si kura-kura mengincar hidung si rusa. Begitu kerasnya tempurung si kura-kura mengena hingga hidung si rusa putus. Seketika itu si rusa yang sombong itu pun mati.


Pesan Moral dari Cerita Hewan Fabel : Dongeng Rusa dan Kura-Kura adalah jangan sombong dan meremehkan kemampuan orang lain. kesombongan hanya akan mendatangkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari.

No comments:
Write komentar