Kancil
dan Buaya
Hari ini begitu cerah. Tetapi, musim kemarau membuat
hutan menjadi kering sehingga banyak penghuni hutan yang meninggalkan hutan.
Sementara Kancil masih bertahan di hutan.
"Ke
mana lagi aku harus mencari makanan?" keluh Kancil. Sementara matahari
terasa semakin terik.
Kancil
ingat sesuatu. Ia akan pergi ke seberang sungai. Disana ada banyak makanan.
Tetapi selama ini memang tak ada yang berani ke sana, sebab untuk pergi ke
sana, siapa pun harus menyeberang sungai yang banyak buayanya. Kancil tak
peduli. Ia bergegas pergi ke sungai. Tak butuh waktu lama, sampailah ia di
sungai.
"Hai Kancil, baguslah kau datang kemari! Aku
sedang sangat lapar," kata salah satu Buaya.
"Wah,
kau rupanya. Aku datang ke sini untuk menyampaikan pesan dari raja hutan, jadi
janganlah kau makan aku dulu," jawab kancil.
"Ayo
cepat sampaikan pesanmu itu. Aku sudah sangat lapar," ujar buaya.
"Baiklah. Raja hutan memintaku untuk menghitung
jumlah buaya yang ada di sini. Raja hutan hendak memberikan hadiah untuk
kalian," terang kancil. "Jadi sekarang, panggillah semua
temanmu," lanjutnya.
Buaya
sangat senang mendengar pesan dari kancil. Lantas ia pun langsung memanggil
semua temannya. Mereka banyak sekali, berjejer-jejer di permukaan sungai.
"Nah,
sekarang aku akan menghitung jumlah kalian,"seru si kancil. Kemudian ia
langsung melompati buaya-buaya itu satu per satu, seraya menghitungnya.
Akhirnya ia pun bisa menyeberang sungai tersebut dengan cara melompati para
buaya.
“Terima kasih buaya, kau telah membantuku menyebranq.
Akan aku sampaikan cerita tentang kebaikan kalian kepada raja hutan," ucap
Kancil.
Para
buaya Baru sadar bahwa kancil telah membohongi mereka. Mereka pun marah.Tetapi,
mereka tak bisa berbuat apa-apa. Kancil sudah berlari ke dalam hutan yang penuh
dengan makanan.
Pesan
moral dari Cerita Dongeng Kancil Dan Buaya adalah Jika kita punya masalah,
selesaikanlah dengan cara yang cerdik. Tetapi jangan seperti Kancil yang suka
berbohong, ya.
Harimau,
Monyet dan Rusa
Harimau
sangat senang, hari ini ia berhasil menangkap seekor monyet. Harimau berniat
langsung melahap monyet itu. Si monyet pun terlihat ketakutan.
“Jika
kau memakanku, kasihan anak-anakku, harimau. Tidak ada yang mengurus mereka
lagi," isak monyet, mengiba. Tapi, harimau tak memedulikan hal itu. Dia
sudah sangat lapar. Monyet terus saja mencari ide agar harimau tak memakannya.
"Jangan
kau makan aku, harimau. Aku kurus dan dagingku sedikit. Lebih baik kau
kutunjukkan binatang yang gemuk dan banyak dagingnya," ucap monyet. Mata
harimau langsung berbinar. Ia rnembayangkan binatang yang bertubuh besar dan
banyak dagingnya. Pastilah itu akan mernbuatnya kenyang, begitu pikir harimau.
“Baiklah,
sekarang kau tunjukkan di mana binatang itu berada. Aku sudah sangat
lapar," dengus harimau.
"Binatang
itu ada di seberang sungai. Kita harus melewati sungai untuk ke sana,"
ujar monyet. Kemudian mereka berdua pergi ke sungai itu. Sesampainya di sana,
harimau kebingungan karena tidak ada jembatan yang bisa digunakan untuk
melewati sungai. Namun, kebingungannya sirna ketika ia melihat sebuah batang
pohon besar yang tumbang. Batang pohon itu bisa digunakan untuk melewati
sungai.
Monyet
segera menyeberangi sungai rnelalui batang pohon itu. Harimau berjalan di
belakangnya. Rupanya di ujung sungai sudah berdiri seekor rusa jantan yang
bertubuh besar. Tak disangka-sangka, begitu melihat si monyet dan si harimau,
si rusa jantan langsung membentak si monyet.
"Hai
monyet, kenapa kau hanya membawa satu harimau?! Kau kan janji akan membawakan
aku seratus kulit harimau!" bentak rusa jantan.
Mendengar
hal itu, harimau jadi gentar. Ia langsung berbalik arah dan berlari. Karena
ketakutan dan terburu-buru, harimau terpeleset dan jatuh ke sungai. Begitu
berhasil naik ke daratan, ia langsung lari terbirit-birit.
Sementara
itu, monyet dan rusa yang pemberani selamat dari ancaman harimau. Monyet
berterima kasih kepada rusa karena rusa telah membantunya. Kemudian mereka
pulang ke rumah masing-masing dengan riang gembira.
Pesan
moral dari Fabel Cerita Dongeng Cina : Harimau, Monyet, Dan Rusa dari adalah
Apa pun masalahnya, kita harus berani menghadapinya. Gunakanlah akal dan
pikiran kita untuk mengatasi masalah apa pun yang menghadang,
Sang Gajah dan Monyet
Didalam sebuah hutan, tinggal seekor gajah yang tinggi dan kuat, sang gajah merasa sangat kagum dengan ketinggian serta kekuatan badannya.
Pada suatu
hari, sang gajah bertemu dengan monyet, dengan bangga gajah berkata “sang monyet. Lihatlah badanku, sangat tinggi dan kuat”
sang monyet pun tidak mau kalah dan monyet pun memamerkan keahliannya. Sang
monyet berkata “sang gajah bisakah kamu memanjat pohon dan
bermain dengan lompat kesana kemari bergelantungan di ranting pohon sepertiku?”.
Gajah dan monyet pun terus saja menunjukkan kekuatan meraka masing-masing, dan
bertengkar mempeributkannya. Sementara itu, ada seekor burung yang hinggap di
atas pohon melihat kedua hewan tersebut sedang bertengkar “mengapa kalian berdua bertengkar?" Tanya
burung itu. Sang monyet dan sang gajah meminta sang burung menjadi hakim untuk
membandingkan kekuatan dan keahlian mereka berdua, sang burung menyetujui
permintaan sang gajah dan sang monyet, sang burung pun mencari ide untuk
memberi tantangan kepada gajah dan monyet “siapa yang bisa membawa buah
apel yang ada diseberang sungai itu terlebih dahulu ? maka dialah yang akan
menjadi pemenang” tantang sang burung,
Setelah
mendengar tugas dari sang burung, sang gajah dan si monyet pun segera beranjak
dan pergi ke tepi sungai, namun ternyata si monyet takut dengan derasnya air, “aku takut air” kata si monyet, namun sang gajah yang
berbadan tinggi dan kuat tentu tidak takut dengan air, dia pun menjemput monyet
lalu mempersilahkan si monyet untuk duduk diatas tubuhnya, lalu
bersama-sama menyebrangi sungai tersebut, tak lama kemudian pohon apel
itu sudah terlihat, pohon apel itu terlihat sangat berbuah lebat, sang gajah
mencoba mengambil buah apel tersebut dari pohonnya dengan menggunakan
belalainya, tetapi ternyata belalainya tersebut tak cukup panjang untuk bisa
mengambil buah apel tersebut. sedangkan sang monyet yang pandai memanjat pohon
pun mengambil kesempatan dengan menunjukkan kehebatanya, sang monyet memanjat
pohon tersebut lalu memetik buah apel tersebut dengan gembiranya.
Lalu sang gajah menolong si monyet untuk membawa buah apel itu dan mereka pun kembali bersama-sama untuk menunjukkan pada si burung, sang monyet menceritakan pada burung karena ia bisa mengambil buah apel tersebut dari pohonnya, sedang si gajah tidak bisa mengambilnya "aku hebat!! lihat, inilah buah apel yang kudapat" kata monyet sambil menyombongkan diri, tapi si burung mengingatkan si monyet bahwa sang gajahlah yang menolongnya menyebrangi sungai saat ia takut dengan air. "sebenarnya kalian berdua, mempunyai kekuatan masing-masing sepatutnya kalian berdua saling tolong menolong dan bekerja sama", nasehat si burung, sang monyet dan sang gajah pun menyadari bahwa sikap mereka yang suka memamerkan kekuatan dan kehebatannya itu tidak baik, lalu monyet dan si gajahpun akhirnya saling meminta maaf, sejak hari itu, mereka berteman baik, dan saling membantu satu sama lain.
Lalu sang gajah menolong si monyet untuk membawa buah apel itu dan mereka pun kembali bersama-sama untuk menunjukkan pada si burung, sang monyet menceritakan pada burung karena ia bisa mengambil buah apel tersebut dari pohonnya, sedang si gajah tidak bisa mengambilnya "aku hebat!! lihat, inilah buah apel yang kudapat" kata monyet sambil menyombongkan diri, tapi si burung mengingatkan si monyet bahwa sang gajahlah yang menolongnya menyebrangi sungai saat ia takut dengan air. "sebenarnya kalian berdua, mempunyai kekuatan masing-masing sepatutnya kalian berdua saling tolong menolong dan bekerja sama", nasehat si burung, sang monyet dan sang gajah pun menyadari bahwa sikap mereka yang suka memamerkan kekuatan dan kehebatannya itu tidak baik, lalu monyet dan si gajahpun akhirnya saling meminta maaf, sejak hari itu, mereka berteman baik, dan saling membantu satu sama lain.
Pesan moral "sesama makhluk tuhan, seharusnya kita jangan bersikap sombong, dan kita perlu saling tolong menolong antara satu sama lain".
Semut dan Merpati
Pada
suatu hari, ketika musim panas, segerombolan semut-semut sedang berjalan
beriringan sambil membawa makanan diatas kepala mereka. Semut-semut itu
terlihat begitu kompak dan sangat bersahabat satu dengan yang lain.
Pemimpin
mereka adalah seekor semut gagah yang berjalan paling depan yang dengan cekatan
selalu memberi aba-aba saat harus berbelok ataupun melangkah, agar makanan yang
dibawa mereka, tidak jatuh ke tanah.
“Satu!!..dua!!..kiri!!..kiri..!!”
Sang pimpinan memberi komando…”Awas!! di depan ada tanjakan!!” katanya lagi
sebagai peringatan. Semut-semut yang lain cepat-cepat bersiap-siap agar
makanannya tidak terjatuh dan mulai menanjak. “dibawah ada sungai, kita harus
belok kekiri!” kata sang pemimpin lagi, rombongan semut di belakang mengikuti
terus petunjuk dari pimpinan mereka hingga akhirnya mereka tiba di sarangnya.
Setelah
meletakan hasil bawaan mereka, semut-semut itu berpisah untuk mengerjakan
tugas-tugas mereka yang lain.
Adalah
seekor semut yang masih muda belia. Rasa ingin taunya tentang dunia di luar
sarangnya, begitu besar sehingga dia memberanikan diri untuk meminta iijin
kepada sang pemimpin agar dapat diijinkan keluar dari sarang untuk memulai
petualangannya.
“ehmm..maaf
pak pemimpin” kata semut muda itu terbata-bata. “Apa boleh aku pergi keluar
untuk melihat-lihat? Aku berjanji kalau aku tidak akan pergi lama” katanya
lagi. Sang pemimpin semut itupun menatap dengan penuh rasa sayang kepada semut
muda itu
“Anakku,
jika engkau ingin pergi berjalan-jalan, aku tidak akan melarangmu. Tetapi
berhati-hatilah karena dunia di luar sarang ini sangat luas dan kejam” katanya
dengan bijaksana. Alangkah senangnya hati semut muda itu.
Setelah
menyiapkan bekal untuk perjalanannya, berpamitanlah semut muda kepada sang
pemimpin “Pak pemimpin, aku akan pergi sekarang,” katanya dengan penuh
semangat.
“Berhati-hatilah
di jalan, dan segeralah pulang,” kata sang pemimpin sambil menepuk-nepuk bahu
semut muda itu. Maka berangkatlah semut muda itu dengan penuh semangat dan
sukacita.
Kebetulan
tak jauh dari sarang semut itu, terdapat sungai dengan air yang jernih. Karena
rasa ingin tahunya, semutpun berjalan menelusuri jalan yang lembab, beberapa
kali ia harus memanjat beberapa dahan pohon dan rerumputan.
Semut
muda berjalan tanpa mengenal lelah hingga akhirnya dia merasa sangat haus.
Semut muda segera mencari air untuk diminumnya. Di kejauhan, dilihatnya mata
air yang sangat jernih, lalu semut muda ini pun segera berjalan menuju mata air
yang sejuk itu.
Setelah
dekat dengan mata air, semut muda sempat kebingungan, karena ternyata setelah
dekat, letak mata air itu lebih tinggi dari tanah yang dipijaknya. Tetapi semut
muda tidak kehilangan akal. Dia naik perlahan-lahan keatas sebuah batang rumput
yang daunnya menjulur ke arah mata air itu.
Saat
dia hampir saja mencapai puncaknya, tiba-tiba semut muda terpeleset dan jatuh
kedalam mata air. Semut muda berusaha untuk menyelamatkan diri, tetapi dia
kesulitan karena dia tidak bisa berenang.
Saat
semut muda sedang bertarung antara hidup dan mati untuk menyelamatkan dirinya,
seekor burung merpati yang sejak tadi asyik memperhatikan tingkah semut muda
itu, tergerak oleh belas kasihan, lalu segera mematuk daun di pohon yang sedang
dihinggapinya hingga jatuh ke dekat semut muda yang hampir tenggelam.
Semut
muda segera menggapai daun itu dan dengan bersusah payah dia berusaha untuk
naik keatas daun. Ketika sampai di atas daun, semut muda menatap burung merpati
dengan penuh rasa terima kasih. Burung merpati pun terbang kearah daun itu dan
mendorong dengan paruhnya agar daun tersebut menepi kepinggir mata air.
“Hai
burung merpati, terima kasih atas pertolonganmu hari ini. Jika bukan karena
engkau, aku sudah mati tenggelam tadi,” kata semut muda itu sambil berusaha
untuk turun dari daun itu menuju ke tanah. Burung merpati menjawab
“sama-sama
semut. Apa yang sedang kau lakukan di tempat ini?” tanya merpati.
“Aku
sedang berjalan-jalan untuk melihat dunia di luar sarangku, lalu aku kehausan.
Saat aku sedang memanjat rumput itu, aku terjatuh,” kata semut muda.
“Apa
yang akan kau lakukan sekarang?” tanya merpati lagi.
“Aku
akan kembali ke sarangku, karena ibu bapakku pasti sedang mencemaskan diriku,”
jawab semut muda lagi.
Sementara
semut muda dan merpati sedang bercakap-cakap, mereka tidak menyadari bahwa ada
bahaya yang sedang mengintai. Seorang pemburu sedang mengarahkan senjatanya
kearah burung merpati dan siap menembaknya. Saat burung merpati menyadari
keadaan itu, dia pun segera terbang ke atas meninggalkan semut muda sendiri.
Melihat
kejadian ini, semut muda segera berlari kearah si pemburu dan dengan sigap dia
memanjat sepatu si pemburu dan masuk kedalam sepatu itu. Segera digigitlah kaki
si pemburu. Pemburu menjerit karena kesakitan lalu segera melemparkan
senjatanya ke bawah untuk cepat-cepat melepaskan sepatunya. Semut muda keluar
dari sepatu sang pemburu lalu pergi meninggalkan tempat itu.
“Terima
kasih semut, kau sudah menyelamatkan nyawaku hari ini,” kata burung merpati.
“Sama-sama
burung merpati. Tadipun engkau sudah menyelamatkan nyawaku,” kata semut muda.
Akhirnya merekapun berpisah.
***
Pesan moral dari cerita diatas:
Persahabatan tidak mengenal perbedaan, bahwa siapa menabur kebaikkan, maka
kebaikkan pulalah yang akan dituainya.
Semut
dan Belalang
Di tengah hutan, hiduplah seekor semut yang sangat
rajin. Setiap hari semut kecil ini selalu berusaha mengumpulkan makanan dan
menyimpannya di dalam lumbung. Teriknya matahari dan derasnya air hujan, tidak
menyurutkan semangat sang semut untuk mengumpulkan makanan.
Dengan bersusah payah, sang semut bekerja keras untuk
membawa makanan demi makanan yang berhasil dikumpulkannya untuk disimpan di
dalam lumbung rumahnya.
Pada suatu hari, ketika sang semut sedang berusaha
membawa makanannya untuk di simpan di lumbung, sang semut bertemu dengan seekor
belalang yang sedang asyik berjemur sambil bermalas-malasan.
“Hai mut.. apa yang sedang kamu lakukan?” tanya
belalang.
“Aku sedang mengumpulkan makanan untuk kusimpan di
lumbung” sahut sang semut. Belalang tertawa
“untuk apa bersusah payah mengumpulkan makanan, bukankah di hutan
banyak sekali makanan yang bisa kita santap?”
“Itu memang betul lang, tetapi aku menyimpan makananku
untuk persiapan musim dingin nanti” kata sang semut sambil berusaha mendorong
makanan hasil temuannya ke lumbung. Belalang kembali tertawa sambil mengejek
sang semut
“Musim dingin masih lama, buat apa bersusah-susah
sekarang? Toh masih banyak waktu untuk itu. Lebih baik kita bersenang-senang
dulu”katanya sambil menyantap daun hijau yang ada di dekatnya.
Sang semut tidak memperdulikan belalang yang sedang
bermalas-malasan itu, dia tetap saja sibuk untuk mengumpulkan makanan demi
makanan yang bisa dijumpainya.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sang semut kembali
bersiap-siap untuk mencari makanan lagi. Ketika dia membuka pintu rumahnya
untuk pergi, dilihatnya belalang sedang asyik duduk sambil bermain gitar dan
bermalas-malasan.
Sang semut hanya menggelengkan kepala dan segera
berlalu. Belalang yang melihat semut sudah mulai sibuk kembali mencari makan,
hanya tertawa dan mengejek,
“Buat apa susah..buat apa susah..susah itu tak ada gunanya,”
senandung sang belalang mengiringi langkah semut yang hendak pergi.
Demikianlah sepanjang hari sang semut sibuk
mengumpulkan makanannya di lumbung sementara sang belalang asyik-asyikan
bermain gitar, berjemur dan bermalas-malasan.
Setelah bekerja hampir sepanjang tahun, lumbung tempat
persediaan sang semut hampir penuh, tetapi hal ini tidak membuat sang semut
yang rajin itu menjadi malas. Dia masih tetap berusaha untuk mencari makanan
untuk disimpan di lumbungnya.
“Selagi masih ada kesempatan, aku harus terus berusaha
untuk mengumpulkan makanan, sebab tidak ada yang tau berapa lama musim dingin
akan berlangsung,” kata sang semut dalam hati.
Sementara itu sang belalang, masih tetap saja
bermalas-malasan dan bersenang-senang sepanjang hari.
Musim gugur pun segera tiba. Pohon-pohon yang tadinya
hijau, perlahan-lahan berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Rumput-rumput
pun mulai mengering. Udara menjadi semakin dingin.
Sang semut yang rajin tak putus harapan. Dia masih
tetap berusaha untuk mencari makanan walaupun tempat persediaannya sudah penuh.
Sedangkan sang belalang yang malas itu mulai sibuk mengumpulkan makanan untuk
persediaan di musim dingin.
Akhirnya musim dingin pun tiba. Sang semut yang rajin
itu duduk dengan nyaman didalam rumahnya yang hangat sambil menikmati
makanannya yang berlimpah. Sedangkan sang belalang yang malas itu hanya
menyimpan sedikit persediaan makanan. Sang belalang berpikir, “Musim dingin
akan segera berakhir, jadi buat apa susah-susah mengumpulkan makanan di lumbung.”
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak terasa
sudah sebulan berlalu dan musin dingin masih belum berakhir.
Persediaan makanan sang belalangpun habis… dia hanya
bisa memandang rumah sang semut yang nyaman dan hangat dari balik jendelanya untuk
kemudian berusaha mencari makan di tengah-tengah musim dingin, tetapi dia tidak
berhasil.
Akhirnya dengan menahan malu, dia mengetuk pintu rumah
sang semut… tok..tok..tok..tok.. sang belalang mulai mengetuk.
Sang semut pun membuka pintu dan berkata “ada apa
lang?” katanya. “Tolong berikan aku sedikit dari persediaan makananmu itu,
karena persediaanku sudah habis, dan aku sangat kelaparan,” kata belalang
mengiba.
Sang semut tertawa “Enak saja kau lang… ketika aku
bersusah payah mengumpulkan makananku, kau malah mengejekku. Dan sekarang kau
minta makanan persediaanku?” kata semut sambil mengejek. “Pergilah, cari
sendiri makananmu…,” kata sang semut melanjutkan.
Belalang pun pergi meninggalkan rumah sang semut untuk
mencari makanannya, tetapi dia tidak berhasil menemukan apa-apa. Ketika sang
belalang hampir mati kedinginan dan kelaparan, sang semut datang untuk
menolongnya dan mengajak belalang untuk tinggal di rumahnya yang hangat dan
nyaman serta berlimpah makanan.
***
Pesan moral dari cerita diatas: Jangan sia-siakan
hidup dengan bermalas-malasan. Karena upah kemalasan adalah bencana.
Babi
dan Domba
Di sebuah desa yang jauh dari keramaian kota. Letaknya
di sebuah lembah yang hijau, dengan pepohonan yang rimbun. Disana tinggal
beberapa keluarga saja, namun mereka memiliki usaha perternakan babi dan domba
yang terkenal. Mereka memperkerjakan beberapa orang dari desa terdekat di
sekitar lembah itu. Pekerja-pekerja ini, sehari-hari ditugaskan untuk
mengembalakan domba dan memberikan makanan untuk babi.
Apabila domba telah memilki bulu yang cukup lebat,
mereka akan mengambil bulunya dengan cara memangkas dengan gunting khusus.
Kemudian bulu domba tersebut diperdagangkan ke pasar kota atau menunggu pembeli
datang.
Begitupula dengan ternak babi. Apabila telah cukup
besar dan memiliki berat yang cukup, akan diperdagangkan ke kota terdekat atau
menunggu para langganannya datang membeli.
Jumlah domba dan babi yang dimiliki cukup banyak di
kampung itu, sehingga hampir setiap bulan terlihat banyak pembeli dari kota
yang datang ke desa tersebut.
Konon di zaman itu, binatang dapat berbicara satu
dengan lainya dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh manusia.
Kebetulan saja, kandang domba dan babi tidak
berjahuan. Sehingga mudah diamati oleh para pekerja atau pemiliknya. Tanpa
disadari kondisi kandang yang berdekatan itu, membuat babi dan domba kadang
berbicara.
Sehari-hari, kedua kandang itu ribut dengan suara
domba dan babi. Tanpa disadari manusia yang tidak mengenal bahasa binatang pada
saat itu, sebenarnya suara gaduh itu bertanda babi dan domba sedang mengejek
satu dengan lainnya.
Pada saat hari penjualan babi tiba. Beberapa babi
besar biasanya dikeluarkan dari kandang untuk ditimbang dan diserahkan kepada
pembeli yang telah memilih sebelumnya.
Pada suatu ketika,
seekor babi muda yang sudah cukup besar dipilih untuk dijual. Pemilik
ternak itu menyuruh beberapa pekerja untuk segera mengeluarkan babi tersebut
dari kandangnya. Namun tidak disangka, para pekerja sulit untuk menangkapnya.
Berbeda dengan babi-babi dewasa pada umumnya. Babi
muda itu berlari mengintari kandang agar supaya sulit ditangkap oleh para
pekerja. Namun karena pekerja-pekerja tersebut telah berpengalaman, mereka
berhasil menangkapnya dan mengikat kedua
pasang kakinya dengan tali agar mudah dikeluarkan dari kandang.
Terdengar babi muda itu berteriak sambil
meronta-ronta. Mendengar teriakan babi muda yang ketakutan, terdengar teriakan
dari kawanan domba dari kandangnya.
“Penakut!”
teriak mereka serentak.
Kemudian salah satu dari kawanan domba itu berkata,
“Kenapa kamu harus berteriak dan menangis begitu gaduh, padahal teman-temanmu
yang lain jarang melakukan hal yang sama. Mereka semua pasrah akan nasibnya,
karena pada suatu saat semua ternak akan disembelih para pembeli.”
Mendengar ucapan dari domba dari kandang sebelah,
seeokor babi dewasa kemudian membalasnya,
“Hai domba yang sok bijaksana! Engkau dapat berkata
demikian dengan entengnya, karena engkau tidak mengalami hal yang sama. Apabila
setiap pekerja datang menghampirimu, dan mengeluarkanmu dari kandang, mereka
hanya mencukur bulu-bulumu, kemudian memasukan kembali engkau kedalam kandang.
Tetapi lihatlah kami, setiap kami diambil, tandanya
sebentar lagi nyawa kami akan hilang. Disembelih oleh para pedagang kota. Hidup
kami tidak lama seperti hidup yang kamu nikmati. Begitu tegakah engkau, melihat
seorang anak babi di penghujung kematiannya, kemudian kalian semua metertawai
dan mengejeknya?”
Seketika itu juga, terdengar kandang domba sunyi
senyap. Mereka semua merenungkan apa yang dikatakan oleh babi dewasa tadi.
Mereka kemudian menyadari, begitu beruntungnya mereka, dapat menikmati hidup
lebih lama daripada seekor babi. Kemudian domba dewasa meminta maaf kepada babi
dewasa tadi, atas perlakuan mereka yang tidak pantas.
Babi dewasapun dapat memahami keadaan itu, lalu
melanjutkan kegiatanya berguling dalam sedikit lumpur didalam kandangnya.
Sementara babi muda tadi, berhasil dibawa oleh pembeli meninggalkan desa.
***
Cerita ini memberikan suatu pelajaran berharga bagi
kita. Ketika orang lain mengalami
masalah atau sedang kesusahaan, mungkin
kita tidak dapat membantu atau memberi lebih banyak, namun bukan berarti kita diam. Berilah dukungan
moral untuk menguatkan mereka.
Seekor
Rubah dan Bangau
Pada suatu hari ketika seekor rubah sedang
berjalan-jalan di hutan, dia berpikir “Udara yang cerah!! alangkah
menyenangkannya jika aku pergi memancing,” katanya dalam hati. Segera
disiapkannya alat-alat untuk memancing lalu segera ia pergi ke telaga yang letaknya
ada di tengah-tengah hutan.
Ketika sampai di telaga, ia melihat seekor burung
bangau yang anggun sedang berenang di sebuah telaga yang berair jernih.
“wahai bangau, apa yang sedang kau lakukan?” tanya
rubah sambil mengeluarkan pancingnya.
Sang rubah sudah membayangkan bahwa ia akan mendapat
ikan yang banyak untuk dimasak sebagai hidangan makan malamnya.
“Aku sedang berenang. Menikmati sejuknya air telaga
yang membasahi bulu-buluku” jawab bangau sambil mengepak-ngepakan sayapnya yang
lebar itu.
“Apa kau akan memancing, rubah?” tanya bangau ketika
melihat alat pancing yang sedang disipakan rubah.
“Ya, aku akan memancing untuk hidangan makan malamku”
jawab rubah sambil membuang kail yang telah diberi umpan itu ke telaga. Baru
sebentar kali di lempar, tiba-tiba pancingnya bergetar, segera rubah menarik
tali pancingnya dan melihat seekor ikan besar tergantung disana.
“Wahh.. asyikk.. Aku akan pesta besar nanti malam,”
kata rubah dengan penuh sukacita.
“Apa kau mau makan malam di tempatku bangau?” tanya
rubah sambil membereskan alat-alat pancingnya untuk segera pulang.
“Tentu saja,” jawab bangau dengan penuh semangat. Maka
pulanglah rubah ke rumahnya untuk menyiapkan makan malam.
Tepat waktunya makan malam, datanglah bangau ke rumah
rubah. “Tok..tok..tok!!”bangau mengetuk pintu.
“Silahkan masuk,” kata rubah sambil membukakan
pintunya. Bangau pun masuk lalu mereka duduk di meja makan yang telah dihias
dengan begitu indahnya. Bangau merasa sangat lapar. Aroma masakan begitu
membangkitkan selera.
“Harum sekali! Pasti rasanya enak” kata bangau dalam
hatinya.
Makanan pun dihidangkan. Rubah memasak sup ikan yang
sangat harum dan meletakannya dalam mangkuk kecil. Melihat hal itu, bangau pun
merasa sangat sedih karena dia tidak dapat menyantap sup tersebut. Paruhnya
yang panjang tidak dapat digunakan untuk memakan sup di mangkuk yang kecil.
Akhirnya bangau hanya dapat menatap sup tersebut sambil menahan rasa laparnya.
“Bangau, kenapa tidak kau makan supnya, apakah kau
tidak menyukainya?” tanya rubah karena dilihatnya bangau hanya memandang sup
tersebut.
“Paruhku yang panjang tidak dapat digunakan untuk
memakan sup di mangkukmu yang kecil itu rubah” jawab bangau dengan sedih.
“Maafkan aku bangau, tetapi hanya mangkuk kecil ini
yang kumiliki,” kata rubah
“tapi Kau tak perlu sedih, aku tau jalan keluarnya,”
kata rubah lagi.
Rubah segera mengambil sebuah rantang lalu mengisi
rantang itu dengan sup hingga penuh.
“Ini bawalah, kau bisa menikmati sup ini di rumahmu,”
kata rubah sambil menyerahkan rantang itu kepada bangau. Bangaupun merasa
senang.
”Terima kasih rubah, kau baik sekali,” kata bangau
sambil berpamitan.
”Besok adalah giliranku untuk mengundangmu makan malam
di rumahku” kata bangau saat mereka berpisah di pintu rumah rubah.
“Baiklah, aku pasti datang,” jawab rubah sambil
melambaikan tangannya.
Demikianlah keesokan harinya, waktu makan malam tiba,
rubah datang berkunjung ke rumah bangau.
“Tok..tok..tok..” rubah mengetuk pintu.
“Ahh.. rubah.. kau sudah datang. Mari masuk,” ajak
sang bangau.
Ketika rubah masuk ke dalam rumah, terciumlah wangi
harum dari masakan. “Perutku lapar sekali” kata rubah dalam hati. “Ayo kita
segera makan” kata sang bangau sambil membawa rubah duduk di meja makan. Di
atas meja sudah tersedia 2 buah kendi dengan leher panjang.
Rubah berpikir sejenak lalu berkata, ” aku tidak dapat
makan dari dalam kendi ini, karena leherku pendek, apakah kau mempunya mangkuk
kecil?”
“Ahh..tentu saja,” jawab sang bangau.
“Rantang yang digunakan untuk membawa sup mu yang
kemarin, dapat kau gunakan untuk alasnya.”
Akhirnya rubah dan bangau pun dapat menikmati makan
malamnya dengan penuh sukacita.
****
Pesan moral dari cerita diatas: Jika kita menaburkan
kebaikkan, maka kebaikkan pula yang akan kita tuai. Bahkan berlipat kali ganda
kebaikkan yang akan kita peroleh.
Anjing
Suatu hari seekor anjing pergi mencari makanan ke
sebuah danau, disana terkadang terdapat beberapa makanan terkadang pula tidak
sama sekali ada makanan untuk sang anjing. Sang anjing menggunakan penciuman,
mata dan telingannya untuk mencari makanan hingga ketika dia berjalan sang
anjing mencium bau anyir lalu dia mengikuti arah bau itu dan sampailah dia
tepat dimana bau itu berasal namun dia tidak menemukan ikan itu di tanah maupun
dekat air danau. Ketika dia melihat ke atas ternyata seekor bangau bertengger
di sebuah pohon, paruhnya yang besar sedang memegang ikan di paruhnya. Burung
bangau itu bukanlah burung yang sering dilihat oleh sang anjing.
Sang anjing tersenyum bahagia karena dia telah
menemukan makanan, meskipun makanan itu dipegang oleh seekor burung bangau yang
besar “ah aku tidak perlu mencari ke tempat yang jauh karena aku sudah
menemukan makanan yang aku cari dan makanan itu cukup untuk membuatku kenyang.”
pikir sang anjing. Sang anjing kini melihat sang burung bangau yang bertengger
di pohon itu dengan penuh rasa kagum lalu sang anjing berkata sambil berteriak
dengan keras “hai burung yang indah dan cantik, kau kelihatan sangat indah
ketika bertengger di dahan itu.” sang burung bangau menoleh ke arah sang anjing
dengan memiringkan kepalanya dia memperhatikan sang anjing dengan sangat
curiga, sang burung bangau tetap menutup paruhnya dan tidak membalas sahutan
sang anjing.
“Lihatlah kakimu yang besar dan kuat itu” kata sang
anjing “tubuhmu yang besar dan warna bulumu yang cerah seperti pelangi, sayapmu
yang lebar itu sangat cantik dan paruhmu yang panjang itu sangat indah.” rayu
sang anjing, “burung indah seperti dirimu pasti memiliki suara yang cukup bagus
dan merdu, kau adalah burung sempurna ketika kau bernyanyi dengan indah dan aku
akan memujimu selayaknya sang ratu burung yang indah.” Mendengar rayuan sang
anjing yang begitu membuat senang sang burung bangau, sang burung bangau kini
lupa akan rasa curiga dan ikan besar yang dipegang oleh mulutnya.
Sang burung bangau ingin sekali disebut-sebut sebagai
sang ratu burung dan kini dia membuka mulutnya dan mengeluarkan suara-suaranya
yang cukup keras. Tidak sadar sang burung telah menjatuhkan ikan besarnya ke
dekat sang anjing.
Sang anjing berhasil mengelabui sang burung, ketika
ikan itu jatuh ke tanah sang anjing menginjak itu sambil berkata “Kau memang
burung besar dan cantik, kau memiliki suara meskipun tidak semerdu burung lain
tapi dimanakah otakmu kau menjatuhkan ikan yang cukup besar ini, aku sangat
berterima kasih.” Sang anjing menggigit dan pergi dari sang burung sambil
tersenyum manis dan sang burung kini menyesali perbuatannya.
Pesan moral dari Contoh Cerita Hewan Fabel : Burung
Bangau dan Seekor Anjing adalah kesombongan akan membuat kita lupa diri, sehingga
merugikan kita dimasa yang akan datang. Hati-hati dalam menerima pujian karena
bisa saja pujian justru akan menjatuhkan kita.
Kijang
dan Seekor Kambing
Suatu hari seekor kijang keluar dari sebuah hutan
untuk mencari makanan, kijang itu pergi ke sebuah peternakan kambing dimana
disana terdapat berbagai macan makanan dan berharap dia bisa meminjamnya dari
para kambing tapi dia berniat untuk tidak mengembalikan apa yang telah dia
pinjam. Sang kijang harus menempuh jarak yang jauh untuk mencapai tempat peternakan
kambing, setelah sampai disana dia melihat seekor kambing membawa sesuatu
dipunggungnya sang kijang penasaran dengan benda yang ada dipunggung sang
kambing kemudian dia mendekati sang kambing sambil memasang wajah sedih.
Ketika sang kijang menghampiri sang kambing dia
bertanya kepada sang kambing mengenai benda yang dia bawa dipunggungnya dan
sang kambing menjawab bahwa benda itu adalah sekantong gandum terbaik diladang
petani dan gandum itu merupakan gandum pilihan.
Mendengar penjelasan sang kambing, sang kijang memohon
kepada sang kambing untuk meninjamkannya karena dia tidak memiliki makanan lagi
dan sulitnya mencari makanan di hutan. Sang kambing tidak percaya begitu saja
dengan apa yang telah dikatakan sang kijang “Kenapa aku harus meminjamkan
gandum ini kepadamu?” Tanya sang kambing dengan curiga “karena di hutan sulit
sekali mencari makanan, lagi pula aku ini makhluk yang dapat dipercaya.” jawab
sang kijang sambil meyakinkan sang kambing, sang kambing berpikir jika dia
meminjamkan gandum ini kepada sang kijang apa sang kijang tidak akan kabur jika
aku menagihnya karena larinya lebih cepat dariku, aku takut sang kijang hanya
memperdayaiku “apa jaminan jika aku meminjamkan gandum ini kepadamu dan jika
aku menagihnya kau tidak akan lari dariku?” Tanya sang kambing dengan tegas
“yakinlah padaku wahai tuan kambing.” kata sang kijang “aku akan mengembalikan
apa yang telah aku pinjam dan aku tidak akan lari jika kau menagih padaku.”
kata sang kijang meyakinkan sang kambing.
Sang kambing tetap saja tidak mempercayainya “aku
masih tidak percaya.” kata sang kambing “tuan kambing kata-kataku ini mampu kau
pegang sang serigala bisa menjamin kejujuran ku.” kata sang kijang “Serigala
katamu?” teriak sang kambing “aku mengenal sang serigala dengan sangat baik,
dia memang mahkluk yang dapat dipercaya.” singgung sang kambing “bahkan saking
jujurnya apapun yang dia mau dia ambil dan tidak pernah aku melihat apa yang
dia ambil itu dikembalikan, dia seenaknya saja membawa sesuatu yang bukan
miliknya tanpa merasa bersalah.” tegas sang kambing “tuan kijang, mungkin anda
sama seperti tuan serigala, kau bisa saja lari ketika aku menagih hutangmu
padaku.” jelas sang kambing. Sang kambing tidak mempercayai kata-kata yang
keluar dari mulut seorang penjahat maka dari itu dia tidak meminjamkan
gandumnya kepada sang kijang dan pergi meninggalkan sang kijang.
Pesan moral dari Contoh Cerita Hewan Fabel : Kijang
dan Seekor Kambing adalah perbuatan buruk yang pernah dilakukan oleh seseorang
akan diingat, sehingga orang lain akan sulit percaya dikemudian hari.
Kucing
Kota Dan Kucing Desa
Suatu hari di saat matahari hampir tenggelam seekor
kucing kota dengan bulu lebat dan menawan datang menjenguk saudaranya di sebuah
desa, kucing desa amat senang dengan kedatangan sang kucing kota, sang kucing
kota berbincang-bincang mengenai pengalamanya, dan sang kucing desa hanya
mendengarkan cerita itu. Sang kucing desa menjamu sang kucing kota dengan
makanan yang sederhana. Sang kucing kota mengunyah makanan-makanan hidangan itu
dengan sangat sopan meskipun itu hanyalah sekedar basa-basi belaka. Sang kucing
desa sangat tertarik mendengar cerita dari kucing kota itu sang kucing ingin
sekali mencicipi bagaimana enaknya hidup di sebuah perkotaan yang penuh dengan
makanan.
Hingga akhirnya mereka tidur berdua dengan tenang dan
nyaman di atas rerumputan dan jerami kering di bawah sebuah pohon yang rindang
hingga ayam berkokok menandakan pagi hari telah tiba. Ketika tidur semalam sang
kucing desa bermimpi hidup di sebuah kota dengan segala kemewahaannya hingga
dia mau ketika sang kota mengajaknya untuk pergi ke kota bersamanya dengan
janji bahwa sang kucing kota akan memberikan kesenangan, kemewahan dari
kehidupan kota. Lalu mereka berdua berangkat ke kota dengan penuh harapan.
Sampailah mereka di sebuah rumah yang cukup besar dan
mewah ketika mereka masuk sang kucing desa kaget dengan makanan di atas meja,
dia mencium aroma yang sangat enak dan lezat hingga semangat makannya kini
meningkat. Tidak lama kemudian penghuni rumah datang dan melihat sang kucing
desa telah berada di meja makan mengendus-ngendus makanan mereka.
Dengan penuh amarah penghuni rumah mengambil sapu lalu
memukul sang kucing desa, sang kucing desa merasa ketakutan dengan kelakuan
penghuni rumah dia berlari menjauh darinya, lalu sang kucing kota menjelaskan
kepada kucing desa bahwa bukan begitu cara mendapatkan makanan disini. “Pertama
biarkan para penghuni rumah makan dengan tenang, kemudian kau harus
mendekatinya sambil meminta-minta dan mengesek-gesekan tubuhmu ke penghuni
rumah itu maka cara itu akan berhasil kau pasti mendapatkan makanan dari
penghuni rumah.” jelas sang kucing kota, sang kucing desa mencoba apa yang
dikatakan sang kucing kota, memang benar dia mendapatkan makanan dari penghuni
rumah namun makanan itu adalah makanan sisa seperti tulang belulang.
Sang kucing desa kecewa dengan keadaannya di kota dia
berbicara kepada sang kucing kota “aku memang memiliki kemewahan disini tapi
apa mewahnya jika aku hanya mendapatkan sisa makanan, dan hidupku tidak tenang
ketika aku akan mencicipi makanan di meja itu sebilah kayu menghantam tubuhku.”
lalu sang kucing keluar dan meninggalkan kota tersebut, kini dia kembali ke
desa dengan makanan yang sederhana namun penuh dengan kedamaian dan ketenangan.
Pesan moral dari Contoh Cerita Hewan Fabel : Kucing
Kota Dan Kucing Desa adalah bersyukurlah atas apa yang kita miliki saat ini.
Rusa
dan Kura-Kura
Hiduplah seekor rusa pada zaman dahulu. Ia sangat
sombong lagi pemarah. Sering ia meremehkan kemampuan hewan lain.
Pada suatu hari si rusa berjalan-jalan di pinggir
danau. Ia bertemu dengan kura-kura yang terlihat hanya mondar-mandir saja.
“Kura-kura, apa yang sedang engkau lakukan di sini?”
“Aku sedang mencari sumber penghidupan,” jawab si
kura-kura.
Si rusa tiba-tiba marah mendengar jawaban si
kura-kura. “Jangan berlagak engkau, hei kura- kura! Engkau hanya mondar-mandir
saja namun berlagak tengah mencari sumber penghidupan!”
Si kura-kura berusaha menjelaskan, namun si rusa tetap
marah. Bahkan, si rusa mengancam akan menginjak tubuh si kura-kura. Si
kura-kura yang jengkel akhirnya menantang untuk mengadu kekuatan betis kaki.
Si rusa sangat marah mendengar tantangan si kura-kura
untuk mengadu betis. Ia pun meminta agar si kura-kura menendang betisnya
terlebih dahulu. “Tendanglah sekeras-kerasnya, semampu yang engkau bisa
lakukan!”
Si kura-kura tidak bersedia melakukannya. Katanya,
“Jika aku menendang betismu, engkau akan jatuh dan tidak bisa membalas
menendangku.”
Si rusa kian marah mendengar ucapan si kura- kura. Ia
pun bersiap-siap untuk menendang. Ia berancang-ancang. Ketika dirasanya tepat,
ia pun menendang dengan kaki depannya sekuat-kuatnya.
Ketika si rusa mengayunkan kakinya, si kura-kura
segera memasukkan kaki-kakinya ke dalam tempurungnya. Tendangan rusa hanya
mengenai tempat kosong. Si rusa sangat marah mendapati tendangannya tidak
mengena. Ia lantas menginjak tempurung si kura-kura dengan kuat. Akibatnya
tubuh si kura-kura terbenam ke dalam tanah. Si Rusa menyangka si kura-kura
telah mati. Ia pun meninggalkan si kura-kura.
Si kura-kura berusaha keras keluar dari tanah. Setelah
seminggu berusaha, si kura-kura akhirnya berhasil keluar dari tanah. Ia lalu
mencari si rusa. Ditemukannya si rusa setelah beberapa hari mencari.
“Bersiaplah Rusa, kini giliranku untuk menendang.”
Si rusa hanya memandang remeh kemampuan si kura-kura.
“Kerahkan segenap kemampuanmu untuk menendang betisku. Ayo, jangan ragu-ragu!”
Si kura-kura bersiaga dan mengambil ancang-ancang di
tempat tinggi. Ia lalu menggelindingkan tubuhnya. Ketika hampir tiba di dekat
tubuh si rusa, ia pun menaikkan tubuhnya hingga tubuhnya melayang. Si kura-kura
mengincar hidung si rusa. Begitu kerasnya tempurung si kura-kura mengena hingga
hidung si rusa putus. Seketika itu si rusa yang sombong itu pun mati.
Pesan Moral dari Cerita Hewan Fabel : Dongeng Rusa dan
Kura-Kura adalah jangan sombong dan meremehkan kemampuan orang lain.
kesombongan hanya akan mendatangkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari.
No comments:
Write komentar