CERPEN
Karya : Khoirul Anam
PERJUANGAN ORANG TUA
Pertama
kali ia merantau di Kalimantan untuk mencari nafkah di sana, ia meninggalkan 1
istrinya yang bernama Marmi dan seorang anak laki lakinya. Ia disana bekerja
sebagai karyawan pabrik, ia disana bekerja
ikut saudaranya. Setelah lama ia
bekerja disana ia memboyong istri dan anaknya yang dari kampung. Ternyata sudah
lama merantau, hidupnya masih biasa biasa saja tidak merubah perekonomian
keluarganya. Lama lama disana istrinya ikut bekerja untuk membantu suaminya.
Istrinya mendapat pekerjaan sebagai karyawati di sebuah pabrik jambu monyet.
Lama bertahun tahun disana Samar kemudian memutuskan untuk
keluar dari pekerjaannya dan memutuskan untuk pulang kampun, karena anaknya
setelah dewasa nanti ingin sekolah di kampung halaman.
“Maaf
Pak, saya mau keluar dari kantor ini. Meski aku sudah lama bekerja disini,
tetapi aku ingin pulang kampung. Karena anak saya tidak ingin sekolah disini,” ujar
samar.
“Semoga kamu mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik dari ini,” ucap bos kantor.
Setelah pulang dari
perantauan, ia bingug untuk mencari kerja di kampung. Kemudian ia bertanya
tanya kepada Yanto kakak iparnya.
“Sudah beberapa hari saya belum
mendapatkan pekerjaan disini,” ucap Samar kepada Yannto.
“Saya punya kenalan seorang majikan
telur asin, kayaknya dia sedang mencari karyawan tambahan untuk bisnisnya itu,”
kata Yanto.
Setelah diberitahu kakak
iparnya itu, esokannya ia mencoba melamar pekerjaan di tempat telur asin itu.
“Iya, kamu diterima disini,” ucap
bosnya.
Akhirnya
ia diterima di tempat pembuatan telur asin, ia harus bekerja pagi pagi sekali
untuk mengirim telur telur asin tersebut ke toko toko atau para konsumen yang
memesan telur asin. Perbulan ia digaji tidak terlalu besar, tetapi ia tetap
bersyukur sudah mendapatkan pekerjaan dan ia berusaha untuk membahagiakan anak
istrinya.
Setelah anaknya sudah mulai menginjak sekolah menegah
pertama dan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk biaya sekolah anaknya itu.
Dan sayangnya tempat pembuatan telur asin itu mengalami sepi konsumen.
Kemudian
ia memutuskan untuk keluar dari tempat pembuatan telur asin itu dan mencari
pekerjaan lain. Ia kemudian bekerja bersama temanya di tempat pengepul
rongsokan. Disitu ia bekerja agak berat karena ia harus mengangkut, memindah
dan memisahkan bahan rongsokan dari para pengepul. Memang belum beruntung, upah
yang dihasilkan tetap saja pas pasan untuk menbiayai anaknya dan keluarganya.
Istrinya kasihan melihat suaminya bekerja sangat keras banting tulang sendirian
untuk menafkahi keluarganya.
“Apa perlu dipijat?” hibur istrinya.
Ia mengangguk. “Susahnya cari pekerjaan
yang yang ringan dan enak.”
“Sabar aja, percaya saja pada yang
memberi hidup. Jangan gampang putus asa. Namanya saja hidup mandiri. Bagaimana
saya mencari pekerjaan untuk meringankan beban kangmas.”
“Kalau itu tidak membuatmu lelah.
Tidak masalah.”
Kemudian istrinya mencari pekerjaan untuk
membantu suaminya meringankan beban mencari nafkah. Alhamdulillah istrinya
mendapatkan pekerjaan sebagai guru madrasah. Istrinya harus mengajar setiap
sorenya. Karena siang istrinya di rumah
tidak ada kerjaan apa apa, istrinya lalu mencari pekerjaan sampingan untuk
memenuhi kekosongannya. Lalu istrinya mencari pekerjaan sampingan toko pembutan
kue. Bersyukur istrinya dapat pekerjaan sampingan di toko pembuatan kue
tersebut. Istrinya harus dapat membagi waktu agar bisa bekerja dengan baik.
Setiap siang jam 2 istrinya harus pergi ke toko kue untuk mengambil kue, dan
menyetorkanya ke warung warung terdekat dan mengantarkan kerumah para konsumen
yang memesan kue tersebut. Sejak istrinya mulai dikenal para orang sebagai
pedagang kue, banyak orang yang memesan kue kepadanya.
“Alhamdulillah Kang, ternyata kerjaan
sampingan ku dapat membantu juga.” Ucap istrinya sambil tersenyum.
“Bersyukur kepada yang di atas.” Ucap
Samar.
Tiga tahun berlalu anaknya sudah mulai
menginjak sekolah yang lebih tinggi lagi yakni anaknya memilih sekolah di SMK.
Beruntunya anaknya dapat di biayai dengan baik, dan dapat memfasilitasi anaknya
dengan membelikan sepeda motor. Walaupun itu sepeda motor credit, tetapi ia
mampu membayarnya dengan baik setiap bulannya. Sayangnya saat anaknya menginjak
kelas 11 pekerjaan yang ia tempati mengalami kebangkrutan dan ia hanya
menganggur di rumah. Sedangkan cicilan perbulannya masih belum lunas dan
menjadi tanggungan setiap bulannya. Ia berfikir untuk mencari pekerjaan dimana
lagi.
“Mau cari pekerjaan dimana lagi.”
Ucapnya dengan wajah lesu.
Setelah
ia mencari cari pekerjaan, namun belum dapat juga. Tak disangka ada temanya
yang baik hati mengajaknya bekerja. Namun ia bekerja sebagai kuli bangunan yang
bertugas mengaduk semen. Lagi lagi ini pekerjaan berat yang harus ia jalani
untuk membiayai keluarganya.
“Bersyukur Tuhan masih memberiku
pekerjaan, mungkin ini yang dinamakan ujian hidup.”
Ia
bekerja seharian dan di beri waktu istirahat 1 jam pada siang hari.
Istirahatnya itu ia pergunakan pulang ke rumah untuk makan dan istirahat
sebentar, setelah istirahat lalu ia pergi bekerja kembali sampai sore hari. Ia
juga dapat membetuli lampu dan alat alat elektronik, tetapi tidak semua alat
elektronik yang dapat ia betulkan. Dan kemudian ia memberanikan diri untuk
membuka servis lampu dan barang elektronik
di depan rumahnya sendiri. Dan itu dijadikanya sebagai pekerjaan sampingan
setiap malamnya. Dan ia mensyukuri pekerjaannya sampai seterusnya.
No comments:
Write komentar