CERITA ISTIQOMAH
Bahri adalah seorang anak jalanan yang banyak
menghabiskan waktunya tuk mencari uang demi sesuap nasi.Setiap hari dia selalu
mengamen dari angkot ke angkot,rumah ke rumah,bahkan stiap genbong kereta.Dia selalu mensyukuri apa yang telah dia
peroleh.Dengan penuh rasa syukur dia pulang tuk menemui ibunya yang sedang
sakit,tak lupa dia membelikan obat tuk ibunya.Dia anak
yang sholeh,tak pernah meninggalkan sholat,dan puasa sunnahpun selalu di
jalankan.Ibunya sangat sayang dan bangga kepada bahri,anak yang
patuh,sholeh,dan periang karna tak pernah dia terlihat murung,hari-harinya di
jalani dengan bertawakal kepada Allah.
suatu hari,Bahri mapir ke masjid tuk sholat dzuhur
berjama’ah.Selesai sholat,dia tak lupa tuk berdo’a kepada sang Maha Pencipta,agar
di mudahkan dalam menjalani hidupnya.Selsai berdo’a,bahri berniat pergi ke
stasiun tuk lanjut mengamen,di tengah jalan,dia di hadapkan dengan masalah yang
mampu menggoda imannya,dia menemukan sebuah tas(koper) yang di dalamnya berisi
uang yang sangat banyak,diapun tak tahu brapa jumlahnya.Dia bingung,dan
saat itulah syetan menggodanya,agar dia membawa pulang tas tersebut,dan uangnya
bisa di gunakan tuk berobat ibunya.Bahripun sempat ingin membawa pulang tas
yang berisi uang tersebut.Tapi hatinya
menolak,karna dia pernah di ajarkan oleh guru ngajinya bahwa barang yang bukan
haknya harus di kembalikan kepemiliknya.Ingat perkataan gurunya,bahri pun
mengurungkan niatnya tuk membawa pulang tersebut.Meski syetan terus menggodanya,ia tak
tergoda karna rasa takutnya kepada Allah lebih besar dari segalanya.Dengan
ketetapan hatinya,bahri melangkah menuju kantor polisi tuk melaporkan apa yang
ia temukan.
sesampainya di kantor polisi,bahri bertemu dengan
seorang pria paruh baya yang sedang menangis.Bahri pun bertanya-tanya dalam hatinya
kenapa bapak itu menangis.Sampainya bahri d kantor polisi,polisipun bertanya
kepada bahri maksud dia datang ke kantor polisi.Bahri pun
menceritakan semua kejadian itu.Tiba-tiba polisi
itu senyum bahagia,karna apa yang dia cari telah di temukan,Bahri pun
bingung,knapa dengan polisi itu?polisi itupun segera menemui bapak yang sedang
menangis tadi dan memberitahukan bahwa tasnya telah di temukan.
Bapak itu pun segera sujud syukur,dan langsung
memeluk bahri yang masih kebingungan.Bapak tadi pun bertrimakasih kepada bahri
yang telah mau mencari siapa yang memiliki tas itu.Si bapak bercerita bagaimana tas nya itu
bisa hilang,ternyata si bapak tidak sadar bahwa tas yang di bawanya sehabis
mengambil uang di ATM tersebut terjatuh.Bahripun merasa sangat bahagia telah
menolong bapak tersebut.Dimana keistiqomahannya berbuah manis.
Bahri dan bapak itupun mengobrol panjang
lebar,dimana tempat tinggalnya bahri,sekolahnya,semua hal di tanyakan oleh
bapak itu.Bahri adalah
anak yang putus skolah,tinggalnya pun di sebuah gubuk tua.Si bapak itu pun terkaget-kaget mendengar
cerita bahri.Ternyata masih ada anak yang berhati mulia di dunia ini,walau
hidup serba kekurangan tapi bahri mampu membedakan yang mana yang hak dan yang
mana yang batil.
Si bapak itu pun tergugah hatinya tuk menolong dan
merawat bahri.Dia sekolahkan
bahri,membantu pengobatan ibunya,mengajak bahri dan ibunya tinggal di
rumahnya.Alhamdulillah bahri bisa merasakan bangku sekolah lagi dan bisa
menatap cita-citanya dengan senyum manis di bibirnya yang selama ini
cita-citanya yang ingin jadi guru di kubur di hatinya.
CERITA AMANAH
Dikisahkan,
ada seorang mantan budak dimerdekakan oleh tuannya. Namanya Mubarak. Setelah
merdeka, dia bekerja pada seorang pemiliki kebun sebagai buruh. Suatu hari,
sang tuan mengunjungi kebunnya bersama dengan beberapa sahabtnya. Dipanggillah
Mubarak, “petikkan kami beberapa buah delima yang manis!,” pintanya.
Bergegaslah
Mubarak melaksanakan perintah sang tuan. Dia memetik beberapa buah delima dan
diserahkannya kepada sang majikan dan beberapa sahabatnya tadi.
Namun,
ketika majikannya mencicipi delima yang dipetik Mubarak, tak satupun ada yang
manis. Semuanya masam. Sang majikan marah dan menanyai mubarak, “apa kamu tak
bisa membedakan delima yang manis dan yang masam?”
“Maafkan
saya tuan, selama ini tuan belum pernah mempersilahkan dan mengizinkan saya
makan sebuahpun, bagaimana saya bisa membedakan yang delima yang manis dan yang
masam?,” jawab Mubarak.
Sang
tuan merasa kaget dan tak percaya, bertahun-tahun bekerja di kebun itu, tapi
Mubarak tak pernah makan satu buahpun. Maka ia menanyakan hal itu kepada
tetangga-tetangganya. Mereka semua menjawab, Mubarak tak pernah makan delima
barang sebuahpun.
Singkat
cerita, selang beberapa hari, sang tuan datang menemui Mubarak untuk dimintai
pendapatnya. “Aku hanya punya seorang anak perempuan, dengan siapa aku harus
menikahkannya?”
Mubarak
menjawab dengan tenang, “tuan, orang Yahudi menikahkan karena kekayaan, orang
Nashrani menikahkan karena ketampanan, orang Jahiliyah menikahkan karena nasab
kebangsawanan, sedangkan orang Islam menikahkan karena ketakwaan. Tuan termasuk
golongan mana, dan silahkan tuan menikahkan putri tuan dengan cara mereka!”
Pemilik
kebun itu berkata, “demi Allah, aku hanya akan menikahkan putriku atas dasar
ketakwaan. Dan aku tidak mendapati laki-laki yang lebih bertakwa kepada Allah
melebihi dirimu. Maka aku akan menikahkan putriku denganmu.”
Subahanallah,
Mubarak menjaga dirinya dari makan buah delima di kebun yang dia bekerja di
sana karena belum pernah diizinkan oleh pemiliknya, padahal ia telah bekerja
beberapa tahun lamanya, namun akhirnya Allah anugerahkan kebun itu beserta
pemiliknya kepadanya. Itulah hadiah yang pantas untuk penjaga kebun tersebut.
Dikemudian
hari dari pasangan tukang kebun yang bertaqwa dan puteri pemilik kebun itu
terlahir seorang tokoh sufi terkenal bernama Abdullah bin Mubarak ra.
Balasan
memang sesuai dengan amal. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah,
niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.
Dan
orang-orang yang beriman itu memiliki logika dan cara pandang yang berbeda,
yaitu bahwa dengan meninggalkan cara yang haram, niscaya Allah akan memberikan
kemudahan untuk mendapatkan rejeki yang halal dan lebih bernilai.
Kita
harus yakin akan janji Allah Subhanahu Wata’ala,
”Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.
Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. (QS. ath-Thalaq
2-3)
Kita
juga harus yakin akan janji Rasul-Nya,
”Sesungguhnya,
tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan
pasti Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.” (HR
Ahmad, al-Albani mengatakan, sanadnya shahih sesuai syarat Muslim)
CERITA JUJUR
“Pisang… pisang..,” begitu teriaknya. Terhenti sejenak obrolan kami
mengamati si tukang pisang tersebut, muncul beberapa pertanyaan diantara kami,
“Mengapa sudah malam begini masih ada saja tukang pisang keliling?” celetuk
salah satu tetangga sebut saja Dedi. “Kenapa bawa anak kecil segala?” tandas
Eri tetangga ku dengan kritisnya. “Ada apa keranjang pisangnya dipegangi
anaknya itu?” tanyaku dengan penuh selidik.
Akhirnya kami mencoba menegurnya, “Wah, malam-malam masih ada
pisang ya mang?” tanyaku.
“Iya pak, ada pisang raja dan ambon, masih seger dan masak dipohon
pak” sahut si tukang pisang. “Ini anak mamang?” tanya Dedi. “Iya pak, anak saya
yang ke dua,” sahutnya.
“Kok malam-malam ikut jualan apa tidak belajar?” tanya Eri
penasaran. “Sudah belajar pak tadi sore sebelum nganter bapak jualan” jawab
anak itu. “Kok Bapak malam-malam masih jualan bawa anak lagi, apa gak kasihan
anak Bapak kan besok pagi-pagi harus ke sekolah” tanya ku.
“Bapak saya buta, jadi terpaksa harus diantar kalau mau jualan
keliling pak” sahut anak itu menjelaskan. Kami begitu kaget mendengar
penjelasan seorang bocah ingusan yang begitu berbakti kepada orang tuanya yang
sedang berusaha itu.
Bagaimana tidak, seorang penjual pisang sampai malam begitu dia
keliling kompleks ditemani anaknya yang sesuai SD itu. “Bapak kalau pagi
mangkal di dekat pasar, selepas Ashar beliau keliling komplek pak, untuk
menjual sisa dagangannya,” timpal anak itu. Itu semua dilakukan demi menghidupi
dua anak dan sang istri. Dengan rasa simpati kami saling bisik-bisik untuk
membelinya.
Karena begitu terharu saya dan dua orang tetanggaku membeli pisang
dengan melebihkan pembayaran dari harga yang ditawarkanya. Tapi apa yang kami
lakukan rupanya mendapat tanggapan berbeda dari si tukang pisang “Ini pak, kembaliannya
seribu rupiah,” tukas si tukang pisang. “Sudah buat bapak dan anak bapak saja,”
jawab kami serempak tanpa sadar.
“Maaf pak saya jualan bukan pengemis,” sahutnya. Dia mengembalikan
semua kelebihan uang kami yang sebenarnya sengaja kami berikan. Kemudian si
tukang pisang permisi dan pergi bersama anaknya menjajakan dagangannya sembari
menuju pulang ke kampungnya.
Terbetik dalam sanubari kami masing-masing, masih ada orang jujur
dan mulia di dunia ini. Uang lebih seribu rupiah pun tidak dia terima (karena
bukan haknya) demi harga diri dan prinsip yang begitu luhur.
“Saya jualan bukan pengemis pak,” dinyatakan oleh seorang tukang
pisang yang buta. Ada dua pelajaran berharga yang kita bisa petik dari kisah
tersebut:
Pertama
seandainya mental itu (tidak rakus pada harta yang bukan haknya) ada di
sanubari semua penjabat kita tentu triliunan rupiah uang negara (rakyat) yang
bisa diselamatkan di negeri ini untuk mensejahtera kan umat, tidak terkecuali
kita juga tentunya.
Kedua
betapa optimisnya si tukang pisang, dengan kondisi yang buta dia keliling
kompleks sampai larut malam mencari rejeki, sementara kita orang yang lebih
beruntung (mata normal) mungkin sudah santai nonton TV atau beranjak tidur.
No comments:
Write komentar