XVIII
MAULID NABI
Peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW merupakan peringatan dan penghormatan akan hari lahirnya beliau. Peringatan
ini jatuh pada tanggal 12 bulan Rabiul Awal, bulan ketiga dalam kalender Islam.
Yang pertama kali menyelenggarakan peringatan ini adalah kaum Fatimid pada abad
ke-10, dan baru pada masa Ottoman Turki tahun 1588 lah peringatan hari raya ini
dijadikan hari libur resmi. Kata “maulid” sendiri dapat dibaca mawlid,
mevlid, mevlit, mulud, atau milad yang berarti hari ulang tahun. Selain untuk
Nabi Muhammad SAW, di beberapa negara di belahan dunia seperti Mesir contohnya,
penggunaan kata maulid biasa digunakan untuk penyelenggaraan hari ulang tahun
dari figur-figur agama yang lainnya seperti para Sufi.
Awal Mula Diselenggarakannya Maulid Nabi
Muhammad SAW
Penyelenggaraan maulid Nabi
Muhammad SAW tidak akan pernah terjadi jika Nabi Muhammad tidak dilahirkan
dalam keluarga dari Bani Hashim, salah satu keluarga yang cukup terkemuka di
Mekkah. Nabi Muhammad SAW lahir pada bulan Rabiul Awal di tahun 570, bersamaan
dengan Tahun Gajah. Diberi nama tahun gajah karena pada masa itu pasukan dari
raja Abraha gagal menghancurkan Mekkah dengan pasukan gajahnya. Penganut Muslim
Sunni percaya bahwa hari kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah tanggal 12,
sementara penganut Muslim Syiah percaya Nabi Muhammad lahir pada fajar tanggal
17 Rabiul Awal. Ketika lahir, ayah dari Nabi Muhammad SAW yang bernama Abdullah
bin Abdul Muttalib telah meninggal dunia sehingga meninggalkannya hanya bersama
ibunya yang bernama Aminah binti Wahab, adik dari pemimpin kelompok Bani Zuhrah
di masa itu.
Nama yang diberikan Aminah
kepada Nabi Muhammad SAW juga bukan nama yang familiar, dimana nama tersebut ia
pilih setelah ia mendapat penerawangan ketika sedang mengandung.Dalam catatan
sejarah, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang pertama kali tercatat diklaim
berasal dari abad ke-12 dan kemungkinan besar berasal dari Persia. Meski
begitu, penyebutan pertama tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dalam
catatan sejarah baru ada melalui tulisan-tulisan dari al-Din bin al-Ma’mun yang
wafat pada tahun 1192 dan merupakan anak dari Mawa’iz al I’tibar fi Khitat Misr
wal Amsar, seorang Grand Vizier Khalifah Fatimid, al-Amir yang berkuasa pada
tahun 1101 hingga 1130. “Purwarupa” sejarah peringatan maulid Nabi
Muhammad SAW sudah ada melalui peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW
sebagai hari suci yang dilakukan secara pribadi pada akhir abad ke-12. Dulunya,
peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah acara yang tidak
terlalu populer hingga akhir abad ke-12 dimana rumah yang digunakan untuk acara
Maulid ketangan banyak orang. Yang memperkenalkan penyelenggaraan ulang tahun
Nabi Muhammad SAW di kota Sabta ini adalah Abu ‘I’Abbas al-Azafi sebagai suatu
cara untuk menyerang balik festival-festival Kristen dan demi menguatkan
identitas Muslim.
Sejarah peringatan
maulid Nabi Muhammad SAW ini juga ditulis dalam Khitat milik
al-Maqrizi, dimana dalam catatan tersebut, kekhalifahan Fatimid sering
melakukan berbagai macam festival dan perayaan yang di dalamnya ada perayaan
tahun baru, hari Ashura, ulang tahun nabi Muhammad SAW, ulang tahun Ali, ulang
tahun al-Hasan, ulang tahun al-Husayn, ulang tahun Fatimah, ulang tahun
Khalifah masa itu, hari pertama dan kelima belas Rajah, hari pertama dan kelima
belas Sya’ban, festival Ramadhan, awal, pertengahan, dan akhir Ramadhan, malah
kekhataman, hari Idul Fitri, hari Idul Kurban, dan beberapa hari lainnya. Dalam
praktek awal sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, perayaannya melibatkan
beberapa elemen Sufi di dalamnya seperti kurban hewan, prosesi obor, pembacaan
doa bersama, dan santapan besar. Perayaan maulid nabi ini biasanya dilakukan
siang hari, kontras dengan peringatannya sekarang yang biasa dilakukan pada
malam hari.
Praktek dan Peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW
Perayaan maulid Nabi Muhammad
SAW biasanya dilaksanakan oleh penganut paham Sunni dan Syiah, sementara para
penganut paham Wahabi menolak penyelenggaran hal ini. Di dunia Muslim,
mayoritas ilmuwan Islam sendiri menyetujui adanya Maulid yang mereka nilai
boleh dilakukan dalam tradisi Islam, dan melihatnya sebagai sebuah acara yang
positif, sementara para Salafi menganggap bahwa perayaan Maulid merupakan
sebuah inovasi tidak penting, dan tidak layak untuk dirayakan sehingga pantas
untuk dilarang. Salah satu pemimpin Ahlul Hadis, Ibnu Taymiyya melarang
diadakannya Maulid Nabi Muhammad SAW karena hal tersebut tidak ada di al-Qur’an
maupun Hadist, tidak seperti perayaan dua hari besar Muslim lainnya.
Ketua Mufti yang bernama Ali
Gomaa dari universitas Islam terbesar dan tertua di dunia, Al-Azhar mesir,
Yusuf al-Qaradawi, ilmuwan utama dari pergerakan Persaudaraan Muslim, Muhammad
Alawi al-Maliki, dan banyak orang lainnya yang merupakan penganut paham Sunni
Muslim menyetujui tentang dirayakannya Maulid Nabi Muhammad SAW, dan mereka
bahkan memberi anjuran untuk berpuasa pada hari senin sebagai cara untuk
merayakan ulang tahun Nabi Muhammad SAW. Syakhul Islam, Dr Muhammad Tahir ul
Qadri juga telah menerbitkan sebuah buku di Inggris dengan judul “Maulid
Nabi Celebration and Permissibility” yang mempertahankan paham tentang
kelegalan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Di sisi lain, banyak ulama dan
ilmuwan yang menganggap Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai sesuatu yang bid’ah –
inovasi negatif, sesuatu yang tidak membawa efek positif – sehingga melarang
perayaannya. Orang-orang yang tergabung dalam kelompok ini ialah penganut
Salafi, Deobandi, dan Qur’aniyun.
Terlepas dari segala kontroversi tentang
diperbolehkan atau tidaknya perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, penceritaan
tentang sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW selalu menjadi bacaan yang
menarik bagi seluruh umat Islam di dunia. Sekian artikel singkat yang membahas
mengenai sejarah perayaan maulid Nabi Muhammad SAW dengan segala kontroversi
yang ada di dalamnya. Terimakasih sudah mengunjungi website kami, semoga ulasan
di atas bermanfaat dan menambah pengetahuan anda.
No comments:
Write komentar